Minggu, 21 Januari 2018

Perahu Karet


Ibrahim mengamati sebuah mainan bagus dan mahal , ekspresi tertarik sangat jelas di wajahnya. 

“Baim, ayukkk!” ajak ibunya

Si Baim masih tak beranjak, sekarang dia menatap ibunya dengan wajah sangat berharap.

“Baim....ingat janji kita kan?” kata Bu Yasmin dengan lembut

“Iya Im, janji adalah hutang lhohh!” timpal si kakak saklek. 

Akhirnya Baim menjauh dari mainan itu dengan langkah lemas. 

Ada rasa iba di hati Bu Yasmin, tetapi sekuat tenaga dia berusaha menepis perasaan itu. Dia harus konsisten dalam mendidik anak, pikirnya. Mereka pun meninggalkan mall Kali Bata, dengan membawa belanjaan seperlunya. Belanjaan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang tinggal beberapa hari lagi masuk sekolah.

**

Beberapa hari hujan mengguyur Jakarta. Kabarnya hujan bertubi-tubi itu karena ada badai angin dari arah utara Indonesia. Selain itu, kondisi tanah Jakarta sebenarnya memang tidak kokoh karena tekanan pasak bumi bangunan-bangunan tinggi, ketika kena terjangan air, tanah semakin lemah.
Hujan rintik-rintik seolah belum menemukan titik. Sudah sejak satu jam lalu Nugi duduk di tepi sungai sambil membawa payung.

“Pak, air sungai meninggi !” teriak Nugi pada Pak Maksum.

Pak Maksum bergegas menghampiri Pak RT yang sedang duduk di pos ronda,menyampaikan informasi dari Nugi.. Pak Rt pun bergegas menuju Masjid dan memberikan pengumuman melalui loudspeaker masjid. Mengimbau agar warga mulai bersiap karena ketinggian air sungai mulai naik.

Kerepotan mulai terlihat., mereka segera menyelamatkan barang-barang ke tempat yang lebih tinggi sebelum air merambat naik. Dan benar saja, tak lama kemudian banjir pun menyapa rumah-rumah warga di kampung Cililitan Kecil.

Di salah satu rumah warga, dua bocah laki-laki membantu sang ayahnya, Tak lama kemudian  sebuah perahu karet sudah tersedia. Pak Fahmi dan dua putranya menaiki perahu karet dan membantu dua orang yang sudah berusia lanjut menyeberangi genangan air yang kian meninggi.
Beberapa warga terbengong melihat perahu karet itu, Dari teras masjid, Nugi mengacungkan dua jempolnya ke arah mereka sambil tertawa lebar,

 “Nug.. emang bantuan perahu karet dari pemerintah sudah datang? biasanya terlambat kan?” tanya  Oding dengan wajah penasaran. Nugi hanya diam.

 “Dari mana perahu karet itu?” desaknya 

“Makanya...duit jangan cuma buat seneng-seneng melulu bro !” jawabnya sambil terus bekerja membantu evakuasi barang-barang warga ke teras masjid.

“Gak nyambung Lu...kita ni lagi mikir, tu perahu dari mana?”

“Hehee.. Oke deh, dibahas nanti saja ..yukkk lanjut angkat-angkat barang itu !” ajak Nugi 

Entah berapa kali perahu karet itu bolak-balik mengangkut warga ke tempat pengungsian. Satu jam kemudian, bantuan perahu karet dari pemerintah baru datang . warga sudah mulai membuat posko banjir. Di tengah kesibukan, bergantian beberapa warga bertanya pada Pak Fahmi perihal perahu karet yang ditumpanginya tadi. Tetapi jawab beliau; yang penting sekarang membantu evakuasi lebih dahulu, soal dari mana perahu karet itu, bisa dibahas nanti.

Bu Yasmin tersenyum mendengar jawaban suaminya, hatinya berbunga, bahagia dan bersyukur. Kemudian dia bergegas memeriksa dapur umum.
Beberapa ibu mengeluh, anaknya kesulitan berangkat ke sekolah karena hujan dan banjir di mana-mana. Yang lain lagi mengeluh, seragam anak-anak mereka masih tertinggal di rumah, 

“Bu, jangan sedih, ini juga bentuk pendidikan buat anak, ini sekolah yang nyata. Saatnya memraktekkan pelajaran ilmu Agama,ilmu sosial ,budi pekerti dan lain-lain yang sudah mereka dapatkan di Sekolah “ jelas Bu Yasmin

“Emm...benar juga ya Bu!” kata Bu Eka sambil tersenyum puas 

“Bu, anak-anak perempauan suruh bantu kupas-kupasin bawang ini ya ! Anak laki-laki yang sekiranya badannya tidak ringkih dan cukup besar, biarkan saja mereka ikut membantu evakuasi, jangan lupa tetap perhatikan keamanan, menggunakan rompi pelampung.” jelas Bu Yasmin

“Kalau gitu, yang ringkih biar bantu bagi-bagikan snack dan membuat teh hangat aja deh !” usul Bu Selly. 

“Siip Bu, usul yang bagus!” kata Bu Yasmin sambil tersenyum dan mengacungkan jempol.

Posko banjir kian ramai , sumbangan dari berbagai penjuru berdatangan. Kerepotan di tengah-tengah kekapan udara dingin seolah menjadi mesin penghangat tersendiri bagi mereka,orang-orang yang sangat peduli dengan sesama.

**

Tiga hari sudah berlalu, air mulai surut dan hujan sudah mulai reda, listrik nyala. warga merasa lega. Mereka mulai menyambangi rumah masing-masing. Walau mereka faham benar yang akan mereka jumpai hanyalah sampah, lumpur, kecoa, lipan,cacing ditambah bau busuk dan anyir. 

Sedang semangat-semangatnya mereka membersihkan rumah, hujan deras kembali turun, Mereka tertegun dalam kebisuan, yang sebenarnya bisa berarti tangis kesedihan, ketakutan atau kekesalan. Dari loudspeaker Masjid terdengar suara Pak Rt mengajak warganya bersabar dan tetap berprasangka baik pada Allah. .Mereka bergegas kembali ke posko dan tempat pengungsian. Wajah sendu tergambar namun mereka berusaha tegar dan bersabar. 

Pak Fahmi terpekur dalam tafakur....
Pendidikan memang tidak selalu dikemas dalam sebuah kelas. Pendidikan terbentang di bumi dan di langit. Itulah pendidikan yang sejati. Dan semestinya, semua bermuara pada penunggalan Allah. Sungguh orang-orang yang beruntung adalah orang yang tetap menunggalkan-Nya. Dalam kesabaran selalu ada sikap tanggap, keuletan, ke aktifan dan ketangguhan. Bila tidak, sabar hanyalah sampai pada kulit luar, bukan sabar yang mengakar. Oleh karena itulah Allah memberi ujian agar hambanya mengerti makna sabar yang sebenar-benar sabar. Allah sebaik-baik pendidik.

Salah satu warga teringat satu hal, perahu karet. Dari mana perahu karet yang ditumpangi Pak Fahmi dan anak-anaknya sebelum bantuan dari pemerintah datang ? Dia mencoba membagi rasa penasarannya pada seoarang anak muda yang duduk disampingya, yang kebetulan si Oding, kawan Nugi. Mereka pun berbagi rasa penasaran dan akhirnya menular pada beberapa orang yang duduk di sekitarnya.
Pak Rt datang , kemudian berdiri di tengah-tengah warga. Beliau berniat mengajak dialog interaktif dengan warganya. Salah seorang warga menyeletuk

“Jangan disisipi kampanye ya Pak!” 

Tawa pun meledak. Pak Rt pun tergelak tetapi tetap berdiri tegak.

“Tenang saja, ada yang lebih realistis, lebih nyata yang perlu kita bahas bersama. Mari, ada usulan apa untuk mengantisipasi banjir yang sudah menjadi langganan ini?”

Tiba-tiba salah seorang bapak yang tadi merasa penasaran menunjukkan tangannya
.
“Sebelum usul, saya mau tanya dulu Pak!” 

“Ya silahkan !” 

“Kemarin, sebelum bantuan pemerintah datang, ada sebuah perahu karet yang ditumpangi Pak Fahmi dan anak-anaknya, perahu itu dari mana ya Pak? Apakah dari kas RT, kalau dari kas RT mengapa kami belum mendapat informasi ?”

Pak Rt mengangguk puas, pucuk dicinta ulam tiba,pikirnya. Dalam kesempatan itu, sebenarnya beliau hendak mengajak warganya untuk membeli perahu karet secara swadaya. Upaya Pak Fahmi dan keluarganya membeli perahu karet dari kantong sendiri cukup menyentaknya. Yang lebih mengharukan,perahu karet itu dibeli secara patungan dari uang tabungan Pak Fahmi , Bu Yasmin dan anak-anak mereka yang rela menahan diri tidak membeli mainan bagus dan cukup mahal yang sudah lama mereka inginkan . Dan... kekurangan berapa ratus ribu ditutup oleh si Nugi, pemuda pemilik counter Hp yang berada di mulut gang. Mereka saling menguatkan untuk mewujudkan cita-cita mereka, membeli perahu karet untuk menghadapi banjir yang kemungkinan besar akan datang dan datang lagi.

Selesai

Pekayon, 21 Januari 2014

Amadia Raseeda

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...