Senin, 28 November 2016

Masa Hening Kala Itu, Masa Hening Kala Kini.


Kugali ingatanku masa 20 tahun yang lalu, aku baik-baik saja tanpa internet.The Show still go on.  
Bangun pagi, selepas sholat subuh dan rangkaiannya, aku membuka jendela kamarku lebar-lebar . Langit dan pepohonan terlihat lebih jelas dari kamarku, ya khusus kamarku karena berada di lantai atas. Kadang kulihat burung-burung kecil berwarna warni bulunya  bertengger di pohon dan berkicauan. Kunikmati keindahan alam itu dengan hati berbunga. Setelah itu,kadang aku melakukan senam ringan, kadang menulis,membaca atau mengerjakan tugas, kadang mengetik dengan komputer jadul yang masih menggunakan DOS  (disc operating system).  Biasanya saat melakukan aktifitas itu  sambil memutar radio atau memutar music dengan tape recorder.

Pekerjaan rumah kami lakukan bersama-sama dengan kakak-kakak. Masing-masing mengambil tugas. Kecuali memasak,kami lakukan secara bergiliran. Jadwalku memasak  saat aku tidak ada jadwal kuliah pagi.Seminggu bisa 3 kali. Ibuku wanita rumahan sejati, jadi tak mengherankan jika beliau ingin anaknya terampil mengerjakan pekerjaan rumah walaupun berpendidikan tinggi. “Kalian harus pandai memegang bolpoint tapi juga harus bisa memegang ulekan” .Kata-kata itu tak pernah kulupakan.

Motor Honda Astrea Star hitam putih setia menemaniku ke kampus. Suasana kampus yang hijau dan segar …kami sering mengobrol sambil menikmati keindahan itu saat menunggu dosen datang. Saling ledek, bercanda, bertukar cerita lucu kadang juga sedih, kadang juga membuat  berbunga. Kami tertawa, terbahak lepas,merdeka. Sesekali ada pula yang mengirim pesan “asmara” dengan tingkah laku yang lucu,ada pula yang nampak kaku, salah tingkah. Semua itu membuatku tersenyum dan terhibur. Dan tentu saja ada degup lembut  dan berbunga hati ini jika si “pencari perhatian” adalah orang yang rada-rada ku suka haha. Sebatas itu saja. Sungguh aku tak pernah berani melangkah lebih jauh.  
Perkuliahan kami ikuti dengan suasana relatif tenang,mendengarkan dengan seksama  keterangan dosen.Dan seingat saya, kami cukup sopan.  
  
Sering,sepulang kuliah aku berkunjung ke kost atau ke rumah teman.Kadang-kadang aku mengajak seorang atau beberapa teman untuk pergi ,sekedar jalan-jalan atau kadang ku ajak ke rumah. Asyik mengobrol di kamarku yang luas dan nyaman. Saat hari istimewaku,kadang aku mengajak beberapa teman sekedar makan. Sengaja memilih tempat makan yang rada jauh dari lingkungan rumah dan kampus.Refreshing.

Bagaimana dengan Perpustakaan Pusat di kampus? Nah inilah salah satu tempat yang paling menyenangkan untuk nongkrong selain kantin dan kursi di bawah pohon rindang. Keperluan referensi, kami sangat mengandalkan perpustakaan pusat , selain Perpustakaan Fakultas atau kadang Perpustakaan Kodya. Tetapi, bagiku perpustakaan pusat bukan sekedar untuk mencari referensi menyelesaikan tugas kuliah saja. Aku sering merambah buku di luar fakultas ku, buku kedokteran,psikologi, bahasa, sastra dsb .Biblioteraphy , saat suasana hati dan pikiran kurang nyaman (sebut stress)  aku justru sering melahap lebih banyak buku. Kadang juga menulis. Selain membaca di tempat, aku sering meminjam satu, dua bahkan tiga buku untuk bacaan di rumah.

Kantor pos kampus adalah salah satu tempat yang sering ku kunjungi , untuk mengirim surat maupun menanyakan apakah ada surat untukku. Biasanya, surat-surat dari kantor pos kampus akan dikirim ke masing-masing fakultas. Kami bisa mengambilnya di gedung pengajaran. Namun sering kali tak sabar, aku sering mengunjungi kantor pos dan ternyata memang surat untukku sudah datang. Hemmm…sungguh aku hobi banget korespondensi.

Wartel (warung telpon) ….adalah salah satu tempat yang sering ku kunjungi selain perpus dan kantor pos.  Sarana komunikasi paling bergengsi saat itu adalah telepon, baik telepon rumah maupun umum. Dulu telepon umum hanya menggunakan koin, tidak bisa untuk interlokal. Seiring berjalannya waktu muncul teknologi kartu telepon yang bisa digunakan komunikasi interlokal. Tidak perlu ke wartel . Betapa menyenangkan ketika seorang teman sering menyelipkan kartu telepon dengan unit yang tinggi di dalam amplop suratnya. Selain berkirim surat ,sesekali saya menelponnya. Sungguh pengertian, jika aku mengandalkan telepon rumah bisa jebol rekening telepon rumahku atau jika aku mengandalkan wartel, uang sakuku tak akan cukup hehe. 

Sepulang kuliah,biasanya aku tidur. Sore,mulai mengerjakan tugas pekerjaan rumah atau mengerjakan tugas kuliah. Kadang membuat sesuatu ( kerajianan tangan),membaca, menulis. Menonton TV? Seperlunya saja. Entahlah, aku kurang menyukai TV. Di kamarku , aku berteman radio ,tape recorder dan computer jadul ,sesekali menunggu telepon teman yang banyak mengajakku berdiskusi tentang makna hidup ,tentang masa depan tentang music, hobi, buku dsb. Aku bahagia, yaaa….aku baik-baik saja. Oh ya, aku memang bukan aktivis kampus, jadi kegiatanku di luar kampus lebih banyak hihi. Kadang nakal juga, bolos kuliah, izin mendatangi pernikahan saudara di luar kota atau sekedar main ke rumah kakak di Yogya.

Itulah gambaran saat itu, arus informasi datang sesuai kebutuhan. Lebih banyak mengamati sekitar, menyentuh alam, menyapa,bicara, tersenyum dengan jarak dekat dan nyata. Bukan dengan bahasa tulisan dan emoticon
Apakah menyulitkan? Tidak, aku merasa bisa menjalani dengan kesabaran dan ketenangan .
Nah…sesekali aku mengkondisikan diriku seperti 20 tahun silam. Aku menyebutnya “bertapa”. Akses internet ku matikan. So, tidak ada sosmed apapun.Hanya Handphone yang standby ,kuanggap sebagai pengganti telepon rumah. Aku lebih banyak membaca dan menulis, mendengar music,merenung,berpikir mendalam.  Rada gila? Aneh? Terserah saja, tetapi aku baik-baik saja kok, aku nyaman, aku tetap merasa “hidup”…the show still go on  Heheee…

Bila sudah demikian, pasti ada teman-teman yang mengirim sms atau menelpon. Ada yang mengira aku sakit. Ya, kukatakan aku sakit…tetapi bukan flu berat ,mag akut atau bisa jadi hipertensi atau diare. Bukan sakit yang semacam itu, bukan fisikku yang sakit tetapi…jiwa dan pikiranku kadang lelah.  Too much news will kill me, if can’t do something. Aku merasa perlu menahan arus informasi yang dahsyat, yang kadang 50% lebih adalah “nothing”.  Aku merasa perlu mengendapkan pikiran,mengheningkan batin ,mencermati suara hati,membaca ayat-ayatNya  dengan lebih cermat, merenungkan apa yang terjadi padaku,pada sekitarku. Ini hanyalah caraku, masing-masing punya cara sendiri untuk mereduksi noisy.

Dalam heningku………….

Amadia Raseeda

Nov,2016

Senin, 14 November 2016

Senyap

Dalam temaram cahaya lilin,tangan kami bergenggaman. Mata kami terpejam. „Cavantina“ melantun.  Menyelesaikan masalah dengan senyap, begitu adanya.
Lalu, lantunan  „Al Hambra“ menyayat kalbu, menyelesaikan masalah dalam senyap, begitulah adanya. Walau musik mengiringi namun senyap, demikian adanya. Tanpa pembelaan, tanpa suara tinggi yang terucap. Renjana teredam di dada. Membebaskan sang  jiwa berbicara dan bertanya , menilik diri sendiri. Rasa  berperang dengan logika. Qolbu mengolah resah dalam bisu. Syaraf otak mencari kombinasi data untuk bertemu solusi.
Kemudian terdengar lantunan Surat Ar Rahman:  „ Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? „ Gigil di dalam sana.
Menyelesaikan masalah dengan senyap. Senyap di luar, namun riuh di dalam sana. Kemudian gelombang otak saling .mengirim sebuah energi  
            Kami melepas genggaman tangan, saling memandang, tersenyum dan berpelukan, bertukaran detak jantung. Damaipun menyapa.
Senyap, kami menyelesaikan masalah dalam senyap.Indah, anggun dan artistik,   

Pekayon, 31 Mei 2011
Dalam dewasanya  cinta kami




Cinta Tak Terkata di Yogyakarta

Kota itu memang selalu membuatku rindu. Atmosfir seni dan unik meliputinya. Sudut-sudut kota yang asri menawarkan pemandangan eksotis.  Pantas,  bila Katon Bagaskara pun terinspirasi menulis lagu Yogyakarta . Akupun selalu merindukan Yogyakarta, walau kuncup cinta itu tak pernah mekar sempurna di tanahnya. Sinar cinta tak pernah benar-benar menyala, Seperti senthir yang kurang minyak, lindap.

Sosok satu itu, entah mengapa mengusik perasaanku semenjak aku menginjakkan kaki di Yogyakarta. Sesekali kami bertemu  di Latar Ombo,sebuah tempat makan yang cukup terkenal di kalangan anak-anak kost daerah Sagan. Penampilannya nyentrik tapi sopan. Ramah tapi jauh dari genit. Itu saja yang bisa kutangkap tak lebih,karena kami tak pernah berinteraksi,hanya sama-sama ngantri cari makan.
Mahasiswa semester akhir Fakultas Filsafat  UGM itu tinggal di sebuah kost sederhana yang terselip di sebuah gang sempit. Hanya terpaut setengah kilo dari kostku.Demikian cerita Sari,adik tingkatnya.
       Suatu ketika….sebuah berita kuterima dari Sari, bahwa Bisma bertanya padanya tentang rencanaku ke depan selepas bimbingan tes.Apakah aku akan mendaftar di Universitas mana,fakultas apa. Hal  itu sempat membuatku terhenyak. Menatap Sari lama tanpa tanpa ekspresi tanpa kata-kata.Kaget,senang sekaligus meledek diriku sendiri.  Aku ingat saat itu...

            “ Ih..kenapa kamu? jangan GR dulu ah…!” kata Sari diiringi derai tawa.

Malu tak terkira, aku hanya mampu menutup wajahku dengan buku. Sari kian terbahak,

“Tapi sejujurnya aku juga heran sih, kenapa tiba-tiba dia nayain kamu ke aku? Dia memang satu fakultas denganku tapi aku merasa nggak kenal dia, dia kakak tingkat jauh, kayaknya ga lulus-lulus deh  !” lanjut Sari kemudian tertawa haha

Aku hanya diam, tak sanggup berkomentar. Terbajak sudah emosiku. Namun kemudiian aku sadar.
Benar kata Sari, aku tak perlu GR dan memupuki perasaanku. Semua itu bagiku hanya akan menyisakan pilu bila dia memilki rasa serupa rasaku. Aku sudah bisa menduga,  orang tuaku akan berteriak kencang “tidak !! , harus satu suku !!”

**

Dia, yang katanya gadis Jakarta itu,  mengapa hobi  memakai pakaian seadanya saat berangkat bimbingan tes?  Bahkan aku tahu, kaos yang di pakainya beberapa hari yang lalu,banyak sekali di pasar Bering Harjo. Tetapi dia tetap memesona, ada pancaran inner beuty luar biasa. Cupu atau memang demikianlah pribadinya? Cuek, apa adanya tak tergilas gerigi gengsi DKI ? Tak lumat oleh arogan metropolitan? Ah, aku juga tidak mengerti pasti.
Satu hal, dia berjalan cukup cepat, Gesit dan lincah saat menaiki bus. Selincah kijang yang merasa terancam oleh sang  predator. Menurutku, hanya itu yang bisa kutangkap bahwa dia gadis Jakarta. Tampak terbiasa naik turun transportasi umum. Mungkin ada yang menyanggah, bukankah lebih mudah mengenali asal seseorang dari dari bahasa atau logat bicaranya?  Hemm…dengan tegas akan ku katakan tidak, Karena aku belum pernah berkomunikasi dengannya dengan bahasa lisan melainkan dengan bahasa tubuh dan bahasa kalbu. Bahasa kalbu? Ah ini menurutku saja,belum tenytu menurutnya. Sempat kami berpapasan di gang sempit itu, Hanya senyum, anggukan, tatapan sepintas. Aku memarahi diriku, mengapa setelah itu ada sesuatu yang membuncah indah dalam jiwaku.
Entah, bagaimana dengannya, dalam kesadaranku aku merasa tak perlu mencari tahu karena itu hanya akan menyisakan pilu bila dia memiliki rasa yang serupa rasaku.Aku sadar kondisiku.

**
Tiga tahun kemudian.....

Kuntum-kuntum kamboja putih yang lepas dari tangkainya tergolek tak berdaya. Ku biarkan mereka menghiasi  pusaran itu, menebar aroma misterius. Aku terpekur….rangkaian doa ku lepaskan dari bibirku, semoga amal ibadahnya  diterima disisiNya.
Fariya dan Mas Bisma, usia mereka memang terpaut cukup jauh. Namun aku yakin, pikiran  Fariya bisa menjadi pendamping  pikiran Mas Bisma. Namun segalanya telah berlalu. Aku ingat kata-kata Fariya saat itu

“ Sari, biarlah…tak perlu dia tau tentang rasaku ,cinta tak harus terkatakan. Simpan ini sebagai rahasia persahabatan kita,sampai kapanpun  !”

Ah, Fariya…kalimatmu itu. Diksimu tampak klise, tapi nyatanya bisa menjadi kekuatanmu melupakan Bisma.  Dan kini kau telah hidup bahagia ketika cawan hatimu telah terisi manisnya cinta Nugraha.

Aku juga ingat kata-kata Mas Bisma saat itu, di rumah sakit. Saat itu hanya ada aku dan ibunya.

“ Sari, aku sangat merasakan, tak lama lagi aku tak bisa menghirup oksigen dari tabung itu ,makanya  Cryo Surgery tak menarikku ! Karena itu juga kau tak perlu memberitahu Fariya tentang rasaku ,simpan baik-baik sampai kapanpun, sampai aku pergi selamanya  !"

Aku hanya mengangguk sambil menundukkan kepala sementara airmataku mengalir deras. Demikian juga ibunya

.....

Mas Bisma, kalimatmu  berjodoh dengan kalimat Fariya. Sejak  kau menanyakan tentang Fariya,  aku semakin mengenalmu, kakak tingkat yang baik dan sopan.
Kanker itu akhirnya mengantarmu di pusaran ini. Terkubur bersama cintamu pada Fariya dan cintaku padamu, 
Mas Bisma, Fariya kalian pribadi-pribadi yang mampu membawa cinta dalam kecantikan, keanggunan dan  keagungannya karena sepi dari hawa nafsu. Tak ada alasan tak mengikuti caramu menata cinta dan mencinta pada ketidaktepatan kesempatan dan waktu.  

          Aku beranjak dari pusaran Mas Bisma di rembang petang itu, semarai kamboja putih seolah tersenyum pada sebait cinta suci yang tak pernah terkata di kota Yogyakarta.


Amadia Raseda

Pekayon 2012


Senthir: lampu sederhana berbahan bakar minyak tanah, jaman dulu biasanya terbuat dari kaleng bekas atau botol bekas.

Cryo Surgery   penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk memusnahkan jaringan yang sakit. Ini bukanlah teknik baru. Para dokter spesialis kulit telah menggunakan cryosurgery untuk memusnahkan tumor kulit. Hanya saja saat ini dapat digunakan untuk memusnahkan tumor ganas di dalam tubuh.




Selasa, 01 November 2016

Setia

Kau..menyelinap begitu saja pada jeda yang telah tertata.
Percik sisa rasa istimewa yang belum terkata
Sesaat membuat lena
Menggiring pada pusaran rasa masa belia

Duhai penguasa hati
Sambutlah harap dengan rahmatMu yg tak bertepi
Kokohkan hati 
Rantailah imagi
Bimbinglah logika ini
Agar sepi dari ilusi

Wahai penguasa kalbu
Redamlah rasa yang menggebu
Pada ketidaktepatan waktu
Tanpa pilu
Tanpa ragu
Demi seonggok daging penentu nilai laku
Biarkan semua berlalu
Tergenggamlah setia yang tak layu

Zaa Nov 2016

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...