Selasa, 26 Juni 2018

Action Speak Louder Than Words

"Kalian ini generasi muda, harus kreatif...lihat tuh si x begini,si y begitu..!" bla.bla...bla...


Saya berusaha menyimpan saja kata-kata itu. Lalu berusaha lagi, memilih melakukan sesuatu. Action speak louder than words.
Terus terang,liburan panjang begini,sebagai ortu saya harus memutar otak agar liburan benar-benar bermanfaat. Karena kami tidak selalu mengisinya dengan jalan-jalan atau piknik...

Yag dibutuhkan anak-anak adalah teladan,role model,contoh , bukan sekedar kata-kata.
Mengajak mereka tanpa memaksa tak mau atau belum mau juga tak mengapa. Tak ada yang hilang ,insyaAllah.

Niatkan,apa yang kita lakukan adalah bagian dari ibadah, mendidik anak. Berdo'a  agar apa yang kita lakukan tertransfer pada anak-anak kita.  Apa yang kita lakukan melesak ke dalam alam bawah sadar mereka. Berharaplah padaNya,suatu saat nanti akan berguna bagi mereka.
Allah Maha pendidik,kita kan hanya perantara. Selesai...

*simpleparenting

*Foto adalah hasil kreasi beberapa hari ini. Memanfatkan barang bekas:

πŸ’‘Tempat kornet itu warnanya sudah bagus,tak perlu diwarna ,tiggal disatukan dengan isolasi bergambar

πŸ’‘Toples kue lebaran dimanfatkanuntuk menyimpan peralatan jahit. Cuma ditumpuk aja. Tutup paling atas dihias dengan kain perca (bekas seragam sekolah nak2 dulu) dan bunga dari kain (yang ini bros yang saya ambil bunganya



)

πŸ’‘Botol air mineral potong sesuai ukuran tissue roll ,hiasi dengan kain perca dan pita. Pitanya juga dapat dari hiasan pada kotak suvenir pengantin  kok.😜

Selamat beraksi,berkreasi,selamat mengolah otak kanan. Selamat menjadi role model ..


Senin, 11 Juni 2018

Tidak Tahu Kadang Membawa Kebaikan

Ini bukan soal ilmu agama.

Ceritanya....
Tadi saat bermotor melirik spion,uhh perasaan bekas cacar saya makin kentara,mugkin karena makin tua,pori-pori juga melebar. Ada sedikit perasaan gimaaa gitu (agak menyayangkan dan risih terus ingat,kalau harus perawatan ya mahal hahaaa...)  tapi segera beristighfar , rasanya kok ga penting banget saya punya perasaan seperti itu.

Mengapa ??

Bekas luka itu karena cacar air yang saya alami ketika saya hamil anak ke 3 dan saya masih punya bayi anak ke 2 πŸ™ˆπŸ™ˆ.

Setelah sekian tahun berlalu,saya baru tahu, secara teori ,terkena cacar air ketika hamil cukup berbahaya bagi ibu dan janin. Betapa..dari bekas luka itu seharusya saya lebih banyak bersyukur bukan ngelantur *ehh

Saat itu,saya memang pergi ke dokter,tapi saya lupa memberitahu  bahwa selain saya punya bayi 7 bulan, saya juga sedang mulai mengandung  anak ke 3 😜😜.

Namun....Ahamdulillah saya sembuh,bayi tetap sehat dan bayi dalam kandungan saya baik-baik saja,lahir dengan cara normal dan tidak ada kelainan apa-apa.

Bayangkan jika saya mengerti bahayanya terkena cacar air saat hamil,entah berapa persen tentu stress. Dan hal itu memicu hormon stress yang bisa menurunkan daya tahan tubuh. Lalu....,tau sendirilah ya,betapa signifikan faktor stress terhadap kesehatan. Begitu juga kan, kata dokter Agus yang sangat lucu itu...

Kasus ke dua ,saya terkena DB ketika anak ke tiga saya berumur sekitar 1th.

Yang istimewa (istimewa ndablegnya 😜 ) saya tidak sadar (tidak ngeh)  kalau saya terkena DB πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜œ. Saya pikir demam biasa.  Diagnosanya malah gejala tipus. Tapi setelah minum obat beberapa hari,tidak ada perubahan. Saya balik lagi ke dokter ,barulah diberi pengantar untuk tes darah (lucunya pengantarnya saya suruh tes S******, ntar lah dikisah yang lain)

Siang itu juga saya tes darah ke RS terdekat. Ada bercak merah tp melebar di lipatan tangan saya. Suster cuma tanya,kenapa ini Bu? Saya jawab, tidak tahu mungkin  gatel ,ruam,iritasi karena tidak mandi beberapa hari.
Saya pun pulang, karena hasil tes darah masih besok  katanya.

Malam harinya,badan saya semakin tak karuan. Saya bilang ke suami bahwa saya mau opname malam itu juga,sudah ga kuat.
Suami langsung mengiyakan dan bersiap.  3 batita kami bawa serta ke RS 😜😜. Tidak ada asisten rumah tangga saat itu. Mau gimana lagi??

Masuk IGD, dokter tanya

"Ibu, tangannya kenapa ini?

"Ga tau dok,gatel mungkin " jawab saya santai sambil sesekali melihat anak saya dari balik kaca IGD. Merek dihandle salah satu teman.

"Gatel !! ,ibu DB ,ga boleh pulang,harus opname ,trombosit ibu cuma 11ribu !"

" Oh....gitu? ok dok,memang saya maunya opname !"

Kurang lebih begitulah dialog saya dengan dokter saat itu. Saya pikir-pikir, sama-sama gokil nih dokter dan pasien πŸ˜‚ 😜😜.
Hemm dan saat itu baru ingat...beberapa warga komplek terkena DB bergantian.

Suami langsung memilih kamar VIP. Ciee gaya... demi gengsi ya?
Bukan....percaya deh,bukan tipe kami suka gengsi-gengsian haha. Ada alasan lain ; demi tiga batita mendapat tempat istirahat yang nyaman dan orangtuanya juga nyaman πŸ˜‚πŸ˜œ.
Lagi pula, saat itu kan bisa dapat ganti dari kantor (walau ternyata tidak dapat karena kendala teknis hihiii )

Kembali ke pokok pembahasan. Bayangkan kalau  saat itu saya  langsung  tahu kena DB, entah berapa persen pasti ada kaget lalu pikiran,cemas ..,gimana nih batita 3,gimana nih ga ada asisten yang bantu,duh..trombositku makin turun nih kayaknya bla bla bla macam-macam pikiran. Ujungnya, kikkk (dr Agus mode on ).πŸ˜‚πŸ˜‚

Begitulah yang saya maksud kadang-kadang tidak tahu itu membawa kebaikan.Tidak tahu dalam hal tertentu KADANG justru tidak memicu stress dan perasaan-perasaan negatif. Tetap netral,khusnudzon.

Namun sungguh,semua itu tak lepas dari skenario Allah....


Semoga bermanfaat...



Rabu, 06 Juni 2018

Siapa Kamu


"Siapa kamu? "

"Hamba ALLAH !"

Ketika pertanyaan itu sampai pada orang ke tujuh, jawabannya sama.

"Mantep-mantep ya jawabannya !" kata beliau sambil manggut-mangut dan tersenyum tipis tapi tidak sinis.

"Hamba ALLAH, kayak waktu sedekah,supaya tidak ketahuan, terus pakai nama Hamba ALLAH. Gitu ya?"

Aku mengulum tawa,bukan senyum. Merasa,sebentar lagi bakalan ada "jlebmomen". Namun aku menunggu,ya menunggu "jlebmomen" itu.

Benar saja...

"Kalian pikir, saat kalian mengaku Hamba ALLAH ,kalian merendah gitu? Bukan... itu meninggi !"

Eng ing eng,aku terkikih -kikih pelan. Senang, Adrenalin melonjak,entah bagi yang lain. Aku merasa ucapan beliau seperti pahitnya kopi,pare atau leuncak. Pait-pait segar tapi nikmat dan bermanfaat.
Buktinya, tanda tanya memenuhi kepalaku, rasa ingin tahuku membengkak.
Beliau menyeruput kopinya kemudian menyapukan pandangnnya pada kami.

Segan tapi tidak takut ,serius tapi santai, itu yang kurasakan setiap kali mencari ilmu dengan beliau.

"Kalian sudah mengerti siapa itu Hamba ALLAH ?"

Aku menunduk sambil mencorat-coret bukuku. Antara berpikir dan menertawakan diri. Antara takut ditanya dan ingin segera mendapat jawaban. 

Ah,segera mendapat jawaban? kemungkinannya sangat kecil. Beliau bukan orang yang suka menjejalkan ilmu. Mantik beliau tinggi. Beliau akan mengajak membuat alur berpikir yang bisa diterima oleh yang berotak encer maupun biasa saja seperti aku.

Jika saya akan memberikan beras untuk kalian ,tentunya kalian harus mempersiapkan karung,bukan botol air. Jangan terburu-buru,ikuti tahapannya.

Kamu bisa menjawab?" tanya beliau sambil mendekat ke mejaku.

Aku terpelengak,lamunanku buyar.

"Em...em...hamba Allah adalah..

Akhirnya aku menggeleng lemah "Tapi maaf guru,mengapa guru mengatakan bahwa mengaku hamba Allah adalah meninggi?" tanyaku

Beliau tertawa kecil "Ditanya malah balik bertanya." kata beliau sambil berjalan menuju mejanya.
Aku menarik nafas, sedikit deg-degan.

Beliau duduk di kursinya kemudian menyeruput kopinya lagi.

"Bagus,pintu masuk ilmu adalah pertanyaan dan itu pertanda kita berpikir,tapi akan saya jawab nanti !"

Aku membuang nafas lega kemudian mengangguk sambil tersenyum.

" Yang lain,ada yang bisa memberikan penjelasan, siapa hamba Allah ?" tanya beliau lagi.

Hening untuk beberapa saat. Akhirnya Guru menunjuk secara acak.

Aku mendengarkan dengan seksama jawaban mereka. Entah mengapa hati tak terpuaskan , aku merasakan semua jawaban itu bukan bahasa jiwa.

Aku mendesah, beristighfar dan mengomeli diriku sendiri mengapa aku merasakan seperti itu.
Guru tersenyum "Bagus, hafalan kalian bagus !" .

Aku tertegun ,hafalan??? Guru mengatakan hafalan??? Aku jadi berpikir,apakah maksud ucapan Guru seperti yang kupikirkan tadi? .

 "Sebenarnya saya ingin jawaban apa adanya ,kita di sini bukan sedang akan bicara teori,tapi mengevaluasi langkah kita " jelas Guru

. "jlebmomen" kualami lagi,daya gedor kalimat Guru dahsyat bagiku.Aku melirik sekitarku, ada yang nyengir,ada yang datar saja ,ada yang masih melongo,mungkin seperti aku setengah menit yang lalu.

"Ok...sebelum kita lanjutkan,saya akan menjawab pertanyaanmu tadi !"kata Guru sambil melihat ke arahku. Aku mengangguk pelan.

"Mengaku hamba Allah adalah meninggi karena memang kedudukan itu tinggi. " .

Aku menarik nafas kemudian membuangnya perlahan.Hati terpuaskan,singkat namun mengena. .

"Jadi,bagaimana? kau sudah bisa menjawab,siapa hamba Allah?" tanya Guru kepadaku.

Deg...,kupikir aku sudah lolos dari pertanyaan itu. Seketika aku menunduk.

"Angkat wajahmu Nak Fathih!" kata Guru.


Bersambung..


Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...