Jumat, 01 Februari 2019

Batas Pandang Mata Kepala


Talita merasa kesal melihat Evita  duduk-duduk saja  sambil memandangi taman dari balik jendela kamar.

" Ahh, aku sayang melewatkan waktu tanpa melakukan sesuatu...tanpa menghasilkan sesuatu...."
Kata Talita selepas mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.Tak lama kemudian menyambar rajutan tas yang belum kelar.

Evita hanya tersenyum tipis, kemudian melanjutkan acaranya, yakni melamun.
Gemericik hujan tipis-tipis, daun hijau,daun kuning, bau tanah, angin yang menyentuh kulitnya seolah semua itu masuk dalam jiwanya menjadi rajutan keindahan yang membuat jiwanya segar dan bugar. Perasaan syukur yang dalam melesak dalam sanubarinya. Betapa, selama ini dia terlalu banyak melewatkan nikmat Tuhan, begitu bisiknya dalam hati.

Melihat serombongan semut menggotong makanan bersama, hati Talita tersentak.

Melihat burung-burung kecil beterbangan mencari rumput kering untuk jadikan sarang, hatinya bergetar.

Talita masih dengan kesibukannya, sesekali melirik Evita dengan perasaan kesal. 

"Heh....,kamu itu...jangan kebanyakan melamun, ga baik, ga manfaat, kerasukan setan lohhh kamu nanti !"

"Masak sih....?" kata Evita santai

"Iya,melamun tu ga baik. Ayo bergerak,lakukan sesuatu hasilkan sesuatu !" kata Talita

"Aku menghasilkan sesuatu kok !" kata Evita

"Ahh,kamu ngacoo....mana,kamu menghasilkan apa?" Tuu kan kerasukan setan nih...!"

Evita hanya tersenyum dan membatin, sebenarnya,siapa yang kerasukan setan?

πŸ€πŸπŸŒΉπŸŒΈπŸŒΌπŸŒ»πŸŒΎπŸŒΏ

Setiap orang membacamu dengan pengalaman dan pemahaman yang berbeda...

Mempertajam pandangan mata batin sangatlah bijak dalam gelombang materialism yang kian dahsyat ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...