Namanya juga “wong kampung” ,sudah di bawa ke kota
ya tetap kangen masakan kampungnya. Apalagi masakan Solo (wah ga niat rasis). Tetapi,
sulit menemukan makanan khas kampung di rantau ( Jakarta dan sekitarnya) yang
benar-benar pas dengan kenangan lidah saya ( halah lidah kok bisa mengenang ya).
Akhir-akhir ini, saya lebih rajin memasak kudapan. Karen
nafsu makan tiga lelaki kecil di rumah sedang aduhai. Bersamaan itu, mendapat
tantangan dari teman di FB dalam acara #foodChallenge. Berdasar sirkumstansi ini....alhasil, saya yang biasa nulis kalimat sok-sok filosofis, sok
bijak, perenungan, status koplak ,nulis cuplikan cerpen,novel atau nulis puisi, tetiba
rajin banget upload masakan plus resep dan tipsnya “biar sedep” helehh gayanya. Preferensi saya
adalah masakan tradisional masa kecil
dari kampung. Kebetulan sekali suami juga berasal dari sekitar Solo dan
anak-anak pun sangat menyukai masakan Solo.
Nah ini masalahnya,
kadang saya tidak mengetahui resep masakan tradisional tersebut. Tetapi,
sekarang ini teknologi canggih adalah salah satu “pelayan” manusia yang cukup
setia, terutama yang bernama “Mbah Google”. Wih, beliau itu pintar dan ramahnya
luar biasa, ditanya apa aja jarang tidak menjawab hihii… mengapa? Karena
otaknya banyaaaakkkk banget. Tetapi dia tidak puya lidah seperti lidah kita
sendiri,terutama kalau ditanya resep masakan. Jadi,jangan sepelekan lidah kita
dan lidah mbah Wiro dan Bu Lek Warsi (
disini saya nobatkan sebagai symbol orang masa lalu dari Solo yang pintar memasak) .Oleh karena itu,
biasanya saya mengumpulkan beberapa resep kemudian saya buat perbandingan
sambil tanya sama kenangan si lidah tadi hihi. Seperti saat saya membuat nasi
liwet. Saya ingat-ingat benar, rasa opornya sangat sederhana, jadi dari sekian
banyak resep yang tersedia, saya memilih bumbu yang paling sederhana,karena
yang” diingat lidah” saya begitu hihi.
Demikian juga saat saya membuat Srabi Solo (ada yang menyebut Srabi Inggris, duhh kok bisa gitu ya.. :D). Saat membuat masakan khas
Betawi,yakni Semur, saya mengingat semur pelengkap nasi uduk yang paling enak, saya biarkan lidah
saya mengenangnya hihi. Dan menurut informasi dari salah satu pedagang
langganan saya di pasar, orang betawi punya kecap favorit yang dipakai untuk
membuat semur saat lebaran, nah saya pun membeli kecap itu hehe…
Begitulah, kadang saya bisa “asal-asalan” soal
makan, berlagak buaya yang ga punya lidah ( tapi kok ada tanaman lidah buaya
ya). Tetapi, bila saya sudah niat banget memasak bisa berlagak seperti juru masak kraton hag
hag hag. Mungkin juga karena terlahir dari keluarga besar ,punya ibu yang jago masak,rias pengantin,menjahit dan ngurus
tanaman dan masih banyak lagi…jadi,sahih kan ya kalau saya bisa memasak dan feminin sebenarnya ( hadeuhh butuh pengakuan) hehe.
Walau anak ragil ( bontot) ,ibu saya tidak peduli, bontot disayang dan dimanja?
wahh hukum itu tidak ada dalam kamus ibu saya. Malah
ibu pernah bilang," Kamu harus bisa pegang bolpen dan ulekan !" .Nah looo, mau apa kalau sudah begini?? Hihi... Jadi, masa kuliah
dulu saya dapat giliran memasak ,bergantian dengan dua kakak saya. Walau kadang
saya sering bandel, “mbolos” masak hihi.
Pernah, di masa kuliah saya dan teman-teman menunggu
dosen datang, dengan penampilan saya yang saat itu menurut saya sudah kece badai; celana jeans bootcut, kemeja kotak-kotak warna
gelap dan jilbab rajut hitam favoritku. Tetiba saya kaget saat melihat kuku jari jempol saya , kok hitam. Hemm…rupanya
kena getah kangkung, karena sebelum berangkat kuliah saya harus masak dulu hihi.
Demikianlah, penampakan luar saya memang sering
diragukan, sering underestimated ga bisa masak. Di situ kadang saya merasa
sedih. :D. Padahal ingatan lidah saya itu tidak buruk hihi...
Bicara masalah makanan Solo yang maknyus memang ngga pernah habis... Dan ngga bisa bohong bahwa Bunda kita dalam hal masak memasak punya nilai plus plus di hati kita ya mba.. boleh mampir juga ke blog saya ya
BalasHapusBetul sekali Bunda, iya Bunda,,,insyaAllah akan mampir,terimakasih Bunda :)
BalasHapus