Rabu, 06 Juni 2018

Siapa Kamu


"Siapa kamu? "

"Hamba ALLAH !"

Ketika pertanyaan itu sampai pada orang ke tujuh, jawabannya sama.

"Mantep-mantep ya jawabannya !" kata beliau sambil manggut-mangut dan tersenyum tipis tapi tidak sinis.

"Hamba ALLAH, kayak waktu sedekah,supaya tidak ketahuan, terus pakai nama Hamba ALLAH. Gitu ya?"

Aku mengulum tawa,bukan senyum. Merasa,sebentar lagi bakalan ada "jlebmomen". Namun aku menunggu,ya menunggu "jlebmomen" itu.

Benar saja...

"Kalian pikir, saat kalian mengaku Hamba ALLAH ,kalian merendah gitu? Bukan... itu meninggi !"

Eng ing eng,aku terkikih -kikih pelan. Senang, Adrenalin melonjak,entah bagi yang lain. Aku merasa ucapan beliau seperti pahitnya kopi,pare atau leuncak. Pait-pait segar tapi nikmat dan bermanfaat.
Buktinya, tanda tanya memenuhi kepalaku, rasa ingin tahuku membengkak.
Beliau menyeruput kopinya kemudian menyapukan pandangnnya pada kami.

Segan tapi tidak takut ,serius tapi santai, itu yang kurasakan setiap kali mencari ilmu dengan beliau.

"Kalian sudah mengerti siapa itu Hamba ALLAH ?"

Aku menunduk sambil mencorat-coret bukuku. Antara berpikir dan menertawakan diri. Antara takut ditanya dan ingin segera mendapat jawaban. 

Ah,segera mendapat jawaban? kemungkinannya sangat kecil. Beliau bukan orang yang suka menjejalkan ilmu. Mantik beliau tinggi. Beliau akan mengajak membuat alur berpikir yang bisa diterima oleh yang berotak encer maupun biasa saja seperti aku.

Jika saya akan memberikan beras untuk kalian ,tentunya kalian harus mempersiapkan karung,bukan botol air. Jangan terburu-buru,ikuti tahapannya.

Kamu bisa menjawab?" tanya beliau sambil mendekat ke mejaku.

Aku terpelengak,lamunanku buyar.

"Em...em...hamba Allah adalah..

Akhirnya aku menggeleng lemah "Tapi maaf guru,mengapa guru mengatakan bahwa mengaku hamba Allah adalah meninggi?" tanyaku

Beliau tertawa kecil "Ditanya malah balik bertanya." kata beliau sambil berjalan menuju mejanya.
Aku menarik nafas, sedikit deg-degan.

Beliau duduk di kursinya kemudian menyeruput kopinya lagi.

"Bagus,pintu masuk ilmu adalah pertanyaan dan itu pertanda kita berpikir,tapi akan saya jawab nanti !"

Aku membuang nafas lega kemudian mengangguk sambil tersenyum.

" Yang lain,ada yang bisa memberikan penjelasan, siapa hamba Allah ?" tanya beliau lagi.

Hening untuk beberapa saat. Akhirnya Guru menunjuk secara acak.

Aku mendengarkan dengan seksama jawaban mereka. Entah mengapa hati tak terpuaskan , aku merasakan semua jawaban itu bukan bahasa jiwa.

Aku mendesah, beristighfar dan mengomeli diriku sendiri mengapa aku merasakan seperti itu.
Guru tersenyum "Bagus, hafalan kalian bagus !" .

Aku tertegun ,hafalan??? Guru mengatakan hafalan??? Aku jadi berpikir,apakah maksud ucapan Guru seperti yang kupikirkan tadi? .

 "Sebenarnya saya ingin jawaban apa adanya ,kita di sini bukan sedang akan bicara teori,tapi mengevaluasi langkah kita " jelas Guru

. "jlebmomen" kualami lagi,daya gedor kalimat Guru dahsyat bagiku.Aku melirik sekitarku, ada yang nyengir,ada yang datar saja ,ada yang masih melongo,mungkin seperti aku setengah menit yang lalu.

"Ok...sebelum kita lanjutkan,saya akan menjawab pertanyaanmu tadi !"kata Guru sambil melihat ke arahku. Aku mengangguk pelan.

"Mengaku hamba Allah adalah meninggi karena memang kedudukan itu tinggi. " .

Aku menarik nafas kemudian membuangnya perlahan.Hati terpuaskan,singkat namun mengena. .

"Jadi,bagaimana? kau sudah bisa menjawab,siapa hamba Allah?" tanya Guru kepadaku.

Deg...,kupikir aku sudah lolos dari pertanyaan itu. Seketika aku menunduk.

"Angkat wajahmu Nak Fathih!" kata Guru.


Bersambung..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...