Senin, 14 November 2016

Cinta Tak Terkata di Yogyakarta

Kota itu memang selalu membuatku rindu. Atmosfir seni dan unik meliputinya. Sudut-sudut kota yang asri menawarkan pemandangan eksotis.  Pantas,  bila Katon Bagaskara pun terinspirasi menulis lagu Yogyakarta . Akupun selalu merindukan Yogyakarta, walau kuncup cinta itu tak pernah mekar sempurna di tanahnya. Sinar cinta tak pernah benar-benar menyala, Seperti senthir yang kurang minyak, lindap.

Sosok satu itu, entah mengapa mengusik perasaanku semenjak aku menginjakkan kaki di Yogyakarta. Sesekali kami bertemu  di Latar Ombo,sebuah tempat makan yang cukup terkenal di kalangan anak-anak kost daerah Sagan. Penampilannya nyentrik tapi sopan. Ramah tapi jauh dari genit. Itu saja yang bisa kutangkap tak lebih,karena kami tak pernah berinteraksi,hanya sama-sama ngantri cari makan.
Mahasiswa semester akhir Fakultas Filsafat  UGM itu tinggal di sebuah kost sederhana yang terselip di sebuah gang sempit. Hanya terpaut setengah kilo dari kostku.Demikian cerita Sari,adik tingkatnya.
       Suatu ketika….sebuah berita kuterima dari Sari, bahwa Bisma bertanya padanya tentang rencanaku ke depan selepas bimbingan tes.Apakah aku akan mendaftar di Universitas mana,fakultas apa. Hal  itu sempat membuatku terhenyak. Menatap Sari lama tanpa tanpa ekspresi tanpa kata-kata.Kaget,senang sekaligus meledek diriku sendiri.  Aku ingat saat itu...

            “ Ih..kenapa kamu? jangan GR dulu ah…!” kata Sari diiringi derai tawa.

Malu tak terkira, aku hanya mampu menutup wajahku dengan buku. Sari kian terbahak,

“Tapi sejujurnya aku juga heran sih, kenapa tiba-tiba dia nayain kamu ke aku? Dia memang satu fakultas denganku tapi aku merasa nggak kenal dia, dia kakak tingkat jauh, kayaknya ga lulus-lulus deh  !” lanjut Sari kemudian tertawa haha

Aku hanya diam, tak sanggup berkomentar. Terbajak sudah emosiku. Namun kemudiian aku sadar.
Benar kata Sari, aku tak perlu GR dan memupuki perasaanku. Semua itu bagiku hanya akan menyisakan pilu bila dia memilki rasa serupa rasaku. Aku sudah bisa menduga,  orang tuaku akan berteriak kencang “tidak !! , harus satu suku !!”

**

Dia, yang katanya gadis Jakarta itu,  mengapa hobi  memakai pakaian seadanya saat berangkat bimbingan tes?  Bahkan aku tahu, kaos yang di pakainya beberapa hari yang lalu,banyak sekali di pasar Bering Harjo. Tetapi dia tetap memesona, ada pancaran inner beuty luar biasa. Cupu atau memang demikianlah pribadinya? Cuek, apa adanya tak tergilas gerigi gengsi DKI ? Tak lumat oleh arogan metropolitan? Ah, aku juga tidak mengerti pasti.
Satu hal, dia berjalan cukup cepat, Gesit dan lincah saat menaiki bus. Selincah kijang yang merasa terancam oleh sang  predator. Menurutku, hanya itu yang bisa kutangkap bahwa dia gadis Jakarta. Tampak terbiasa naik turun transportasi umum. Mungkin ada yang menyanggah, bukankah lebih mudah mengenali asal seseorang dari dari bahasa atau logat bicaranya?  Hemm…dengan tegas akan ku katakan tidak, Karena aku belum pernah berkomunikasi dengannya dengan bahasa lisan melainkan dengan bahasa tubuh dan bahasa kalbu. Bahasa kalbu? Ah ini menurutku saja,belum tenytu menurutnya. Sempat kami berpapasan di gang sempit itu, Hanya senyum, anggukan, tatapan sepintas. Aku memarahi diriku, mengapa setelah itu ada sesuatu yang membuncah indah dalam jiwaku.
Entah, bagaimana dengannya, dalam kesadaranku aku merasa tak perlu mencari tahu karena itu hanya akan menyisakan pilu bila dia memiliki rasa yang serupa rasaku.Aku sadar kondisiku.

**
Tiga tahun kemudian.....

Kuntum-kuntum kamboja putih yang lepas dari tangkainya tergolek tak berdaya. Ku biarkan mereka menghiasi  pusaran itu, menebar aroma misterius. Aku terpekur….rangkaian doa ku lepaskan dari bibirku, semoga amal ibadahnya  diterima disisiNya.
Fariya dan Mas Bisma, usia mereka memang terpaut cukup jauh. Namun aku yakin, pikiran  Fariya bisa menjadi pendamping  pikiran Mas Bisma. Namun segalanya telah berlalu. Aku ingat kata-kata Fariya saat itu

“ Sari, biarlah…tak perlu dia tau tentang rasaku ,cinta tak harus terkatakan. Simpan ini sebagai rahasia persahabatan kita,sampai kapanpun  !”

Ah, Fariya…kalimatmu itu. Diksimu tampak klise, tapi nyatanya bisa menjadi kekuatanmu melupakan Bisma.  Dan kini kau telah hidup bahagia ketika cawan hatimu telah terisi manisnya cinta Nugraha.

Aku juga ingat kata-kata Mas Bisma saat itu, di rumah sakit. Saat itu hanya ada aku dan ibunya.

“ Sari, aku sangat merasakan, tak lama lagi aku tak bisa menghirup oksigen dari tabung itu ,makanya  Cryo Surgery tak menarikku ! Karena itu juga kau tak perlu memberitahu Fariya tentang rasaku ,simpan baik-baik sampai kapanpun, sampai aku pergi selamanya  !"

Aku hanya mengangguk sambil menundukkan kepala sementara airmataku mengalir deras. Demikian juga ibunya

.....

Mas Bisma, kalimatmu  berjodoh dengan kalimat Fariya. Sejak  kau menanyakan tentang Fariya,  aku semakin mengenalmu, kakak tingkat yang baik dan sopan.
Kanker itu akhirnya mengantarmu di pusaran ini. Terkubur bersama cintamu pada Fariya dan cintaku padamu, 
Mas Bisma, Fariya kalian pribadi-pribadi yang mampu membawa cinta dalam kecantikan, keanggunan dan  keagungannya karena sepi dari hawa nafsu. Tak ada alasan tak mengikuti caramu menata cinta dan mencinta pada ketidaktepatan kesempatan dan waktu.  

          Aku beranjak dari pusaran Mas Bisma di rembang petang itu, semarai kamboja putih seolah tersenyum pada sebait cinta suci yang tak pernah terkata di kota Yogyakarta.


Amadia Raseda

Pekayon 2012


Senthir: lampu sederhana berbahan bakar minyak tanah, jaman dulu biasanya terbuat dari kaleng bekas atau botol bekas.

Cryo Surgery   penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk memusnahkan jaringan yang sakit. Ini bukanlah teknik baru. Para dokter spesialis kulit telah menggunakan cryosurgery untuk memusnahkan tumor kulit. Hanya saja saat ini dapat digunakan untuk memusnahkan tumor ganas di dalam tubuh.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...