Mari
sejenak mengingat sebuah ayat yang
pertama kali turun
Iqro’,bismirobbikalladzi kholaq (bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu)
Walaupun
ada kata Iqro’,bukankah Jibril tidak serta merta menyerahkan lembaran kertas
atau kitab pada Muhammad? Ya,karena memang Muhammad buta huruf. Tetapi Muhammad
bisa mendengar dan Muhammad memiliki daya renung yang tinggi ,punya hati yang peka terhadap perintah Tuhannya dan kondisi sekitarnya.
Lalu, mari
sejenak melayangkan imaginasi pada masa silam. Tidak ada kertas dan tinta
seperti saat ini. Tidak ada media menulis yang memadahi. Kalaupun ada mungkin
terbuat dari batu,kulit binatang,kulit kayau atau daun, hasil tulisan tentu
tidak bisa dibandingkan dengan saat ini.
Mari
sejenak mengamati orang-orang disekitar kita , ada yang lebih suka
mengobrol,berdialog,tanya jawab, ada yang cenderung lebih banyak berbicara tetapi
sangat suka membaca, ada yang cenderung lebih khusyuk mendengarkan ada yang
cenderung lebih banyak bergerak,melakukan sesuatu,membuat sesuatu.
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan mulailah dibuat klasifikasi tipe pembelajar,
Visual,Auditori, kisntetis,taktil. Ada yang gabungan dari dua atau tiga atau
bahkan keempatnya.
Lah ini mau
ngomomg apa sih ?
Gini..melihat
fenomena diatas, berarti masuknya ilmu dan pengetahuan melalui banyak pintu bukan? Imu dan pengetahuan juga pengalaman adalah salah satu modal untuk bisa menulis. Ya,lalu kenapa lagi?
Sebagian
besar orang berangggapan, bahwa membaca buku adalah satu-satunya syarat
utama untuk bisa menulis. Benar sih. Tetapi berapa persen kebenarannya?
Hanya
sebuah opini saja, berdasar fakta yang saya lihat sebenarnya banyak sekali
yang suka menulis atau bisa menulis tetapi bukan orang yang “kutu buku” . Demikian juga sebaliknya. Orang kutu buku banyak juga yang tidak pandai menulis. Memang
tidak dipungkiri dengan banyak membaca kita jadi mengerti bagaimana menyusun
kalimat yang baik dan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar