Jumat, 21 Juli 2017

Membaca Syarat Paling Utama Bisa Menulis?



Mari sejenak  mengingat sebuah ayat yang pertama kali turun

Iqro’,bismirobbikalladzi kholaq (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu)

Walaupun ada kata Iqro’,bukankah Jibril tidak serta merta menyerahkan lembaran kertas atau kitab pada Muhammad? Ya,karena memang Muhammad buta huruf. Tetapi Muhammad bisa mendengar dan Muhammad memiliki daya renung yang tinggi ,punya hati yang peka terhadap perintah Tuhannya dan kondisi sekitarnya.

Lalu, mari sejenak melayangkan imaginasi pada masa silam. Tidak ada kertas dan tinta seperti saat ini. Tidak ada media menulis yang memadahi. Kalaupun ada mungkin terbuat dari batu,kulit binatang,kulit kayau atau daun, hasil tulisan tentu tidak bisa dibandingkan dengan saat ini.

Mari sejenak mengamati orang-orang disekitar kita , ada yang lebih suka mengobrol,berdialog,tanya jawab, ada yang cenderung lebih banyak berbicara tetapi sangat suka membaca, ada yang cenderung lebih khusyuk mendengarkan ada yang cenderung lebih banyak bergerak,melakukan sesuatu,membuat sesuatu.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan mulailah dibuat klasifikasi tipe pembelajar, Visual,Auditori, kisntetis,taktil. Ada yang gabungan dari dua atau tiga atau bahkan keempatnya.

Lah ini mau ngomomg apa sih ?

Gini..melihat fenomena diatas, berarti masuknya ilmu dan pengetahuan melalui banyak pintu bukan?  Imu dan pengetahuan juga pengalaman  adalah salah satu modal untuk bisa menulis. Ya,lalu kenapa lagi? 

Sebagian besar orang berangggapan, bahwa membaca buku adalah satu-satunya syarat utama untuk bisa menulis. Benar sih. Tetapi berapa persen kebenarannya?
Hanya sebuah opini saja, berdasar fakta yang saya lihat sebenarnya banyak sekali yang suka menulis atau bisa menulis tetapi bukan orang yang “kutu buku” . Demikian juga sebaliknya. Orang kutu buku banyak juga yang tidak pandai menulis.  Memang tidak dipungkiri dengan banyak membaca kita jadi mengerti bagaimana menyusun kalimat yang baik dan benar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...