Jumat, 27 Februari 2015

Muara Cinta Orangtua



 Sekilas Kilas Balik

Sebulan persis setelah melahirkan anak ke tiga, “asisten rumah tangga” pamit pulang.  Mengurus tiga batita ( bukan balita lho ) bukan urusan sepele,tapi seru juga sih. Untunglah, suami tidak ngantor setiap hari, bila ada jadwal kerja (terbang)  ya berangkat,bila tidak ya, dirumah saja. Dan yang lebih menggembirakan lagi, suami mau dan trampil mengurus anak. Dari memandikan, membuat susu, menyuapi, mendongeng,menggambar sampai mengajak bermain musik. Super Dad menurutku itu julukan yang tepat. Aktifitas yang kurang disukainya hanyalah menceboki bayi-bayi yang pup. .

Saat itu si sulung belum genap 3th( 2th 5bln). Dia aktif sekali alias banyak tingkah, masih kadang “ngoprok” alias pup atau pipis di mana dia berada. Tapi anehnya sudah mahir membuka dan men-shutdown komputer dan membaca huruf A to Z. Si tengah masih melancarkan belajar jalannya, semakin malam dia semakin aktif belajar jalan, kami merasa rada heran melihatnya. Bila minum susu, harus dengan botol bertutup merah, padahal kadang  belum tercuci padahal aku sudah menyediakan  “serep” yang sama. Si kecil baru sebulan masih banyak tidur tetapi ketika bangun minta jatah minum aku harus meletakkan semua pekerjaan. Bila begitu keadaanya urusan si sulung dan si tengah di handle si Super Dad.

Malam itu, entah hari ke berapa tanpa “asisten”. Setelah si kecil tidur aku segera bag,big bug menyalesaikan kerjaan rumah yang sudah nunggu-nunggu untuk dikerjakan. Mencuci piring dan botol susu yang jumlahnya setengah lusin, membereskan mainan yang berserakan, merendam pakaian anak2 yang terkena noda, hingga membuatkan kopi special pake cinta untuk si Super Dad. Lagi serius-seriusnya beres-beres tiba-tiba Super Dad memanggilku dan menyuruhku untuk menceboki si Sulung yang pup. Aku segera membawanya ke kamar mandi tapi aku merasa janggal, sepertinya tidak ada tanda-tanda si Sulung pup. Aku segera meminta kejelasan dari suami, suamiku mulai ragu, setelah diteliti ulang ternyata benar, bukan si Sulung yang pup tapi si Tengah. “ Salah cebok” begitu ceritanya.
Kami tertawa terbahak-bahak cukup lama. Yah sejenak kondisi "chaos" itu mendatangkan hiburan gratis. Tetapi yang tak kalah penting adalah makin terbentuknya sebuah kesolid-an dalam keluarga.

Perlu digaris bawahi, kesolid-an bukan berarti suami setiap saat dapat hadir dan membantu kita dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Kondisi masing-masing keluarga sangatlah variatif. Yang  terpenting adalah kesadaran masing-masing pihak (suami maupun istri) bahwa mereka punya tanggung jawab dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak mereka. InsyaAllah kesadaran tersebut akan menghasilkan langkah nyata sesuai kapasitas masing-masing. Bila memang belum tumbuh jangan tinggal diam untuk masalah yang penting seperti ini, komunikasikan dengan baik .Dan cerdas-cerdaslah mengamati sumbangsih pasangan, jangan menetapkan standart yang tinggi dalam masalah-masalah yang tidak prinsip. Contoh kecil, pasangan memakaikan pakaian yang kurang matching ke anak-anak, yaaa ga pa pa lah jangan terlalu ngotot. Tetapi ketika pasangan ga peduli dengan prilaku anak yang kurang baik, anda wajib protes dan sedikit ngotot (ngotot bil hikmah kali yaa).

Muara Pengasuhan dan Pendidikan

Dalam sebuah “dunia” pengasuhan dan pendidikan anak, kita akan mengalami emosi yang begitu detail, kaya spectrum rasa dan nuansa. Kadang sampai pada bukit kebahagiaan kadang jatuh di lembah kecemasan ( ciee puitis banget ). Tapi nikmati sajalah , segala sesuatu melalui proses. Dengan terus mengolah “pikir dan batin “  yang sejalan wahyu Allah  insyaAllah kita  tidak akan bingung-bingung menjadi “manager” di sebuah lembaga terkecil yang disebut keluarga. Kita akan mengerti muara atau ujung dari salah satu  tugas suci kita sebagai orangtua.

Di Surat Lukman ayat 13 diberitakan : Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedhaliman yang besar.”

Berdasarkan ayat tersebut jelas sekali bahwa generasi yang bertauhidlah yang diharapkan oleh Allah. Itulah MUARA dari pengasuhan dan pendidikan anak. Akan berprofesi sebagai apapun anak kita kelak yang penting adalah bertauhid. Apapun profesinya, tauhid jiwanya ( nada : masih teh botol sosro nih).

So….modal apa yang telah kita miliki untuk merancang  pengasuhan dan pendidikan anak agar sejalan dengan ayat tersebut ? Orang tua yang punya semangat juang ekstra dan pengabdian yang tinggi kepada Rabb nya yang mampu menjawabnya. Kita tidak bisa menyerahkan 100% urusan internalisasi nilai-nilai tauhid pada sekolahan. Tugas mensibghah (mencelup) anak-anak dengan nilai-nilai tauhid adalah tugas orang tua. Jangan merasa “aman” dan sudah “tunai” tugas kita ketika kita sudah menyerahkan anak-anak kita pada sekolahan yang  berlabel “terpadu”, “fullday”, “unggulan”, “pondok pesantren” atau kita sudah memberikan sekolah tambahan berjudul “TPA”. Jangan menstigma diri tidak mampu. Bila kita flashback dijaman Rosullullah Muhammad SAW. nilai tauhid bisa difahami dan terinternalisasi dari level Bilal hingga Ali,  yang berarti level budak sampai cendekiawan.
Dan mengutip tulisan Totok Sapto beberapa waktu yang lalu yang berjudul HARI PAHLAWAN : Kita punya seabrek pahlawan yang real, factual bukan imaginative yang menjadi sumber inspirasi, motivasi, sumber hikmah….mereka adalah sosok manusia biasa, amat biasa malah, bukan sosok manusia super atau manusia suci bukan pula nabi tetapi mempunyai suatu karya atau kiprah yang luar biasa. Dalam tulisan tersebut disebutkan salah satunya adalah Luqman, Sang Bapak Pendidikan.    

Sebagai penutup, ada sebuah hadis yang kurang lebih berbunyi: anak bila sudah berumur tujuh tahun tidak mau menjalankan sholat boleh dipukul.
Perlu diketahui dalam memahami sebuah hadist  tidak bisa secara textual saja tetapi harus dipahami secara kontextual.
Dalam hal ini kontex nya  adalah pemukulan boleh dilakukan ketika orang tua sudah memberi contoh atau teladan, tetapi bila tidak ?? Tunggu dulu!!! Jangan buru-buru main pukul aje. Mengutip kata-kata si Super Dad : “ Orangtuanya dulu yang mesti dipukul! ”. Nah looooo…. Deal ?

Tulisan lama (2009) yang baru sempat dipindah dr FB ke sini :))


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...