Maret, bulan ketiga dari tahun
Masehi.bagiku adalah awal dari sebuah novel. Mungkin karena cita-cita terindahku
adalah menjadi seorang penulis yang berkualitas. Setiap momen penting
senantiasa merangsang otakku dan jariku untuk menulis dan menulis.
Seorang pangeran tampan bersayap besi itu datang berkalung bunga, mengucapkan
ikrar suci yang mampu menggetarkan langit kemudian melingkarkan logam
mulia dijariku yang berkaus tangan putih. Kulingkarkan tanganku
ditangannya menuju singgasana berbunga. Gaun putih menjulur
menyentuh lantai, bunga di tanganku. Senyum kami adalah bunga mawar merah, mata
kami adalah berlian, jiwa kami Bening,.langkah kami diiringi musik yang
Harmoni. Semua memandang kami dengan Ekspresi musim semi. Mungkin demikian
momen 5 Maret 2000 itu bila dibahasakan dalam aroma sastra.
Ibuku seorang perias pengantin,
namun beliau tak sempat lagi untuk meriasku.saat hari penikahanku, aku harus
dirias salah satu kenalan ibuku. Kain tenun, kebaya bruklat, jilbab dan
sandal tinggi bernuansa warna “millennium” sudah dipersiapkan.
Salah satu kakak perempuanku memantaskan penampilanku, Ibu sesekali mengawasi
kerja asisten pribadinya itu.
Akhirnya lelaki berkulit coklat,
berambut ikal, berhidung mancung tapi sedikit lebar, bermata tajam, bertinggi
sedang, berjenis suara bass itu mengucapkan sebait sumpah suci. Sumpah
yang mampu mengheningkan suasana, menegakkan bulu kuduk, menggetarkan jiwa dan
melelehkan kristal-kristal airmata. Akhirnya Syah telah kami genggam, Ku cium
punggung tangannya dan dia mencium keningku. Ada getaran laksana
kantata indah di jiwa. Dia tersenyum menatapku. Pengabadi momen tak
henti-hentinya membidik kami dengan lensa ajaibnya.. Menata kami dalam berbagai
pose dan tempat. Tiba saatnya aku harus
berganti kostum. Gaun pengantin berwarna putih dan
indah
koleksi terbaru milik ibuku, ku
kenakan. Sementara topi indah yang bertengger dikepalaku adalah
hasil karya tangan terampil kakakku. Aku kembali berjalan menemui tamu
undangan kemudian aku harus berfoto kembali dalam berbagai pose dan tempat.
Yang ada dalam benakku saat itu, apakah seperti ini rasanya menjadi model? Dan
aku merasa Laksana Diva. Acara pun usai, sekitar satu jam kemudian air dari
langit jatuh ke bumi,. Apalagi yang bisa kami ucapkan selain kata syukur. Bisa
dibayangkan betapa suasana menjadi kurang nyaman bila hujan turun saat acara
resepsi pernikahanku belum usai..
Detik, menit, jam dan hari
berkejaran menuju warsa. Tanpa terasa satu tahun lebih kami menikah. Di bilik
perjuangan kami yang sederhana, suka, duka, asa terkarih dalam bejana
jiwa kami. Sampailah pada suatu peristiwa, aku tak mampu lagi berkata. Hanya
ada seringai kesakitan, peluh yang deras menyeruak dari pori-pori kulitku,
lantunan degup jantung yang tak Harmoni. Hari itu keluarga sedang berkumpul
karena sehari sebelumnya ada peringatan 40 hari wafatnya ibu mertuaku. Aku
segera dilarikan kerumah sakit bersalin terdekat
Akhirnya, hari itu, tanggal 4 Maret
2002 pukul 19:00 aku melahirkan putra keduaku dengan berat 4,1 kg dan panjang
52 centimeter. Seorang bayi yang besar, tampan, berhidung mancung, berkulit
bersih dan ber pipi “bakpao” dalam dekapanku.
“ Mas, hari ini tanggal 4 Maret, bukankah kita menikah tanggal 5 Maret ? Dia
adalah kado ulang tahun pernikahan kita yang kedua !” Suamiku tersenyum,
sisa-sisa kecemasan diwajahnya mulai pudar digantikan oleh rona bahagia.
Tubuh mungil yang lahir di bulan
Maret telah mendekati usia 7. Dia telah menjadi seraut wajah yang seolah
potret masa kecilku, walau dia laki-laki. Ceria wajahnya, saat teringat
beberapa hari lagi dia akan berulang tahun ke 7. Tawa dan canda kami tehenti
saat aku mendengar dering telephone.
“ Dik, Mbak Ais koma, kamu segera pulang ya, cepat pesan tiket untuk pulang ke
Solo ya !” Tulang tulangku serasa lepas dari ragaku. Aku terduduk dalam pilu
dan kelu. Aku menelpon suamiku yang saat itu sedang bertugas di luar
pulau jawa.
Sesampai di Solo kami langsung menuju rumah sakit. Sepanjang lorong rumah sakit
menuju ruang ICU tercium bau obat dan pembersih lantai antiseptik.Aroma
itu semakin menyesakkan dadaku. Langkahku mulai gontai, karena kelelahan jiwa
raga yang tak terkira. Dengan baju khusus aku memasuki ruang ICU. Jiwaku
tersayat, hatiku perih, air mata tak mampu ku surutkan dengan lembar-lembar
tissue yang ku genggam. Ku belai rambutnya,, kubisikkan tahlil di telinganya
dan kubisikkan pula sepotong kabar bahwa aku adik bungsu kesayangannya datang
untuknya. Ku belai tangannya diantara selang infus yang menjulur, kubisikkan
lagi di telinganya bahwa aku datang untuknya. aku terduduk
lesu disudut ruangan. Rengsa jiwaku rengsa ragaku..
Beberapa saudara menyarankan agar
aku pulang untuk beristirahat. Mataku terpejam namun jiwaku entah kemana. Belum
satu jam aku pulang untuk beristirahat. Kabar dari rumah sakit datang, kondisi
Mbak Ais semakin kritis
Kami segera meluncur ke rumah sakit.
Karena panik sampai-sampai kami sempat salah jalan. Tempat parkir
yang penuh membuat kesulitan memarkir mobil. Aku tak sabar lagi. Kami
keluar dari mobil meninggalkan sang sopir yang masih tegang mencari tempat
parkir..Dalam rinai hujan, tanpa payung kami berlari melintasi halaman
rumah sakit kemudian menuju ruang ICU. Kalimat tahlil memenuhi
ruangan, air mataku berkejaran, aku tak kuasa meyaksikan dan akhirnya…. nafas
itu terlepas dari kerongkongan. Jiwa itu lepas dari raga. Denyut kehidupan tak
lagi ada. Requiem paling alami atau tangisan mulai terdengar. Kakak
sulungku meninggal bertepatan dengan ulang tahun ke tujuh putra keduaku.
Aku menyerana dalam hening berkarib
renung. Mencatatnya dalam sebuah Buku Biru, momen-momen penting dalam hidupku
di bulan Maret. Pernikahanku, 40 hari wafatnya ibu mertuaku, kelahiran putra
keduaku, berpulangnya kakaku bertepatan dengan ulang tahun ke 7 putra kedua ku.
Aku beranjak mengangkat telephone,
disana kudengar “ Tante kami berdua berulang tahun, mana kadonya?” Aku
terhenyak....
Ku tambahkan lagi sebaris catatan
dalam Buku Biru itu, 27 Maret adalah ulang tahun 2 kemenakanku
*Cerpen ini masuk 10 besar dalam lomba cerpen yang diadakan Diva Press dengan tema Maret momen tahun 2011.
*Cerpen ini masuk 10 besar dalam lomba cerpen yang diadakan Diva Press dengan tema Maret momen tahun 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar