Jumat, 22 Juli 2016

LOYAL (bagian 1)

    Di balik pintu besi bercat putih dan merah anjing bersuara "bariton" itu diamankan. Saat aku  menyapu halaman,dia pasti menggonggong. Bahkan aku mendengar suara "grrrr" diakhir gonggongannya. Seram, tapi membuatku penasaran. Apakah segagah suaranya? Aku belum pernah melihat seperti apa wujudnya. Memang baru seminggu aku pindah ke lingkungan baru nan hijau itu. Jadi kami belum saling kenal.


Suatu saat,rasa penasaranku tak terbendung lagi. Aku ingin mengintipnya dengan menaiki tembok itu. Bukan perkara sulit menaiki tembok serendah itu,apalagi bersebelahan dengan rumahku.Aku hanya berjaga dari tatapan aneh dan curiga orang lewat atau barangkali saja tetangga depan rumah mengintip dari balik korden. 


Satu ,dua ,tiga happ ..aku sudah menaiki tembok. Kulongokkan kepalaku, anjing itu sedang tidur, tampaknya pulas, pantas saja dia tidak menggonggong. Kutegaskan pandanganku, ku amati anjing itu.
Aku segera turun dari tembok rendah itu dengan badan gemetar. Sungguh bukan karena takut tetapi karena kaget dan pilu yang menjelu.
Anjing besar dan gagah berbulu coklat. Namun sungguh malang, salah satu kakinya tidak ada dan ada bekas luka di bagian wajah.


**


Sore itu...

Aku duduk termenung di teras rumah. Rasa penasaranku melihat anjing itu sudah terpenuhi. Namun muncul penasaran yang lain,apa yang terjadi dengannya?


"Alif , kenapa melamun dan murung begitu Nak?"


"Ah,tidak apa-apa Bu. Ibu mau pergi?"


"Iya,ke tetangga sebelah, sejak pindah kita kan belum berkenalan."


Spontan aku bangun dari dudukku


"Alif ikut boleh kan Bu?"


**


Aku sangat terkejut saat pemilik rumah itu membuka pintu rumahnya. Seorang pria tua  berwajah bersih bersinar mengenakan baju koko dan peci. Aku melirik ayah dan ibuku,biasa saja, tidak nampak terkejut. Beberapa saat kemudian seorang wanita berjilbab putih dengan wajah tak kalah "bersinar" muncul.

Mereka sangat menyenangkan. Komunikatif, pendengar yang baik dan ramah.
Cukup lama kami bertamu.  Mengobrol banyak hal. Tentu saja aku lebih banyak diam sambil menikmati kue dan coklat lezat yang dihidangkan. Sebenarnya aku ingin bertanya tentang anjing itu  tetapi aku merasa ragu,sungkan dan sedikit takut.

Sesampai di rumah aku bertanya pada Ayah,mengapa Pak Tatang tetangga sebelah itu memelihara anjing?. Ayah tersenyum.


"Kenapa tadi ga tanya sendiri?"


"Sungkan Yah, ..dan emmm,takut!"


"Memangnya bertanya itu sebuah kesalahan Nak, hingga bikin kamu takut?"


Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.


"Itu bukan usil Yah?"


Ayah tertawa. "Tergantung tujuanmu bertanya Nak !"


Sebenarnya aku berpikir, Pak Tatang pasti bermaksud menolong Anjing cacat itu. Tapi aku ingin mendengar cerita langsung dari beliau. Aku  berharap tidak disebut anak yang lancang.


***


Sore itu Ibu membuat kue, kata Ibu untuk dibagikan ke tetangga dekat. Aku melonjak gembira,kesempatan buatku untuk menawarkan diri mengantar kue ke rumah Pak Tatang.

Dengan langkah pasti aku menuju rumah Pak Tatang.


"Terimakasih ya Nak,semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak."


"Do'a yang sama untuk Bapak,aamiin. Emmm..Pak,boleh saya bertanya?"


"Ooo..boleh boleh,mau bertanya apa Nak?" kata Pak Tatang sambil tersenyum.Lega hatiku.


"Duduk sini Nak, tenang sajaa..Bapak biasa ngobrol-ngobrol dengan cucu Bapak, heheee...!"


Aku mengikuti beliau menuju teras samping rumahnya yang asri. Rumputnya terawat, ada dua pohon mangga yang tinggi dan rindang. Benar-benar hijau dan segar. Dari tempatku duduk aku bisa melihat pintu besi bercat putih merah itu.Tiba-tiba.


"Gukkkk !"


Aku terkejut, sepontan aku memegang dadaku. Ternyata suara Anjing itu lebih dahsyat bila kita berada pada jarak yang lebih dekat.


"Kaget ya?" kata Pak Tatang sambil tertawa kecil.


"Hehee..iya Pak. Emm..sebenarnya.Alif mau tanya tentang anjing itu Pak. "


Pak Tatang tersenyum "Apa yang akan kau tanyakan Nak?"


"Emm..maaf Pak,kemarin Alif lancang menengok anjing itu dari tembok."


"O ya? Hehe...yaa ga apa-apa Nak. Terus,kamu sudah melihat anjing itu?"


Aku mengangguk dengan perasaan sedih." Mengapa dia bisa begitu Pak?"

Wajah Pak Tatang berubah sedih.



"Ceritanya panjang Nak....!"


Bersambung 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...