Minggu, 31 Juli 2016

Merek Oh Merek


"Beli roti yang ga ada merek?" tanyanya dengan logat Aceh sambil tertawa.
Itulah yang diucapkan lebih dulu oleh pedagang warung  kelontong  setiap saya datang ke warungnya. Saya pun tidak bisa menahan tawa.
Salah saya juga sih,karena awalnya saya pernah nanya;
"Mana roti yang ga ada merknya?"
Warung kelontong dekat pasar itu menyediakan berbagai camilan termasuk roti. Ada beberapa macam roti,tapi ada satu roti yang tidak ada merknya. Ternyata roti itu enak banget dibanding yang lain (yang ada mereknya). Ada yang rasa mochacino pula. Rasa blueberry,keju dan coklat pun enak. Memang benar ya,yang bermerk dan terkenal belum tentu enak dan berkualitas. Bukan roti itu saja yang saya perhatiakan loh. Teh,kopi,biscuit,somay,masakan padang. Termasuk produk jasa,buku-buku bahkan manusia  *ehhh 
Cieee..sok jadi pengamat. Maklum ya...background pendidikan saya kan dari pendidikan dunia usaha. *tapi ngaku kok,belum bisa disebut punya usaha yang sukses hihii.
Beberapa bulan kemudian, saya lihat pada kemasan roti itu sudah dipasang merek. Terbuat dari kertas yang di lekatkan pada salah satu tepi kemasan. Simple ,bagus,informatif.  Nah,saya jadi mengerti merek roti itu sekarang.  Jadi saya bisa menyebutnya. Tapi  pedagang itu  terlanjur suka ngerjain saya. Tetap saja mengatakan hal yang sama setiap kali saya ke warungnya.
"Beli roti yang ga ada merek?"
Beberapa waktu lalu saat belanja lagi ke warung itu,bisa-bisanya ya, saya tidak mengenali roti idola saya itu. Hemm..ternyata sudah ada perubahan lagi.  Kemasan roti itu disablon dengan merk warna merah menyala dan besar.
Alamakkk...norak,batin saya hihi. Dan...satu hal yang bikin rada kecewa, bau tinta merk itu tercium sampai ke rotinya. Haduhhh...merek oh merek.
Dah...gitu aja hee.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...