Mereka
sudah mantap untuk menikah tiga
bulan setelah perkenalan singkat dan tak terencana
dalam sebuah komunitas pengusaha muslim. Perkenalan mereka segera di jembatani kawan Faisal yang
juga kawan Wulan. Sayang, orangtua masing-masing tidak menyetujui karena alasan klasik, berbeda suku. Berbagai alasan orangtua yang bepijak pada adat
dan perasaan di babat habis oleh hujjah
mereka yang sangat islami dan masuk akal.
Seorang Rasul pun bersedia menikahi wanita dari kalangan bukan bangsawan
atau bukan berstatus sosial tinggi. Karena Rosul adalah orang yang paling
memahami firman Allah, bahwa Allah memandang kemuliaan seseorang dari
ketakwaannya, bukan dari yang lain. Dua bulan lebih mereka saling melobi orangtua
masing-masing bahkan meminta ustadz mereka menjadi mediator. Namun orangtua
masing-masing tetap bersikukuh pada pendiriannya. Niat suci mereka laksana air
bah yang tidak dapat di bendung, akhirnya mereka mengatakan pada orangtua
masing-masing bahwa mereka akan tetap
menikah walau tidak disetujui karena mereka sedang berniat melaksanakan niat
suci, baik dan benar, niat melaksankan separuh dari ibadah dan melakukan sumpah
yang setara dengan sumpah pengangkatan rasul, mistaqon gholidon. Sebenarnya itu hanyalah gertak
sambal mereka, tetapi rupanya orangtua
masing-masing akhirnya menyerah.
Dan berniat tetap datang di acara pernikahan mereka. Dari
pada membuat noda dalam sejarah keluarga masing-masing yang notabene sama-sama
keluarga berstatus sosial tinggi. Pernikahan berbeda suku akan lebih dimaklumi
daripada kawin lari, pikir orangtua masing-masing.
Sekarang, usia pernikahan Faisal dan Wulan
memasuki tahun ke tempat. Mereka telah
di karuniai seorang putri. Mereka menyandang gelar “pasangan serasi ” dan
“pasangan ideal” baik di kalangan keluarga besar masing-masing maupun di
kalangan teman dan tetangga.
Mereka juga berhasil merekatkan hubungan antar keluarga berbeda suku itu dengan
sangat sangat cerdas. Bahkan, di luar dugaan hubungan antar besan itu menjadi hubungan bisnis. Keluarga
Faisal memiliki bisnis kuliner sementara keluarga Wulan memiliki sebuah penginapan.
**
Selain
menawarkan kenyamanan, penginapan “Wulandari”
sekarang menawarkan kelezatan hidangan sebagai daya tarik tersendiri.
Setiap hari mereka menawarkan menu makan malam “andalan”. Wulan mempercayakan pada ibu Faisal yang memilki rumah makan di Jakarta bahkan sudah memiliki dua cabang. Hampir
satu tahun Rumah Makan Andalan melayani pesanan khusus dari Penginapan Wulandari. Sayang, hubungan antar besan yang kian harmonis tidak di barengi
keharmonisan kehidupan rumah tangga anak-anak mereka. Badai kecil sedang
menghantam bahtera. Nahkoda kurang stabil, penumpang pun menjadi labil.
Sebenarnya
Hasto bukanlah mantan kekasih Wulan di masa kuliah. Dia hanya tertarik pada
Wulan. Hasto menyadari, latar belakang keluarganya dengan
keluarga Wulan seperti bumi dan langit. Jauh api dari panggang, bahkan salah
satu kawan Hasto meledeknya dengan kalimat “seperti Pungguk merindukan Wulan”.
Kejam nian. Sementara itu, Wulan sebenarnya tidak mempermasalahkan
perbedaan-perbedaan tidak prinsip semacam itu walaupun kata “ningrat” hampir
setiap hari menyusup ke dalam lubang telinganya dan akhirnya bertengger di
lipatan otaknya. Tetapi sungguh tidak sampai mengikuti aliran darahnya dan tak
menjadi bagian dari desah nafasnya. Jiwanya sangat merdeka. Baginya setiap
manusia istimewa, karena manusia di ciptakan bukan karena iseng-iseng Allah
semata.
Hasto,
sebenarnya pribadi yang cukup menarik hati Wulan. Ramah, supel tetapi bisa
menjaga kesopanan, prestasi akademisnya pun lumayan, postur tubuhnya sedang
saja, wajahnya tidak terlampau ganteng tetapi menurut Wulan, Hasto cukup
karismatik. Kabar ketertarikan Hasto pada Wulan sampai ke telinga Wulan melalui
salah satu kawannya , hal itu sempat membuatnya bahagia dan tersanjung. Namun
menurut analisa Wulan, Hasto tidak pernah bersungguh-sungguh mendekatinya.
Sebenarnya Hasto sudah cukup mengerti bagaimana pemikiran Wulan tentang
perbedaan status sosial. Namun nyali Hasto menciut ketika berpikir bahwa
dirinya harus berhadapan dengan keluarga Wulan. Akhirnya rasa itu menyublim
seiring kesibukan masing-masing. Hasto aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
sementara Wulan terlibat dalam bisnis orangtuanya yaitu penginapan.
Sengaja
penginapan itu di beri nama Wulandari agar kelak Wulan sebagai anak tertua dari
empat bersaudara itu merasa ikut memliki bisnis itu, demikian kata ayah Wulan.
Dan kenyataannya memang benar, sejak pertengahan masa kuliah Wulan mulai
dilibatkan dalam pengelolaan penginapan itu dan semakin banyak terlibat
menjelang akhir perkuliahan. Sampai saat ini, Wulan masih menjadi teman diskusi
yang sangat baik bagi oranguanya. Walau sudah
memiliki bisnis sendiri, secara berkala Wulan masih
mengunjungi penginapan orangtuanya. Mencoba mencermati hal-hal kecil
yang kadang bisa di jadikan hal besar. Kehebatan Wulan, dia selalu saja bisa memunculkan ide-ide unik
yang menarik pengujung penginapan. Entah dengan
sentuhan dekorasi yang unik, entah dengan menu sangat spesial yang hanya ada
untuk satu hari saja. Satu idenya yang cukup brilian dan keibuan adalah
menyediakan semacam foodcourt dan pijat khusus bayi dan anak. Karena idenya itu, pengunjung
penginapa Wulandari melonjak drastis. Selain membantu mengurus usaha penginapan
itu, Wulan juga memiliki bisnis pribadi, yaitu bisnis tanaman hias.
Siang itu Wulan datang ke penginapan
orangtuanya, berkencan dengan salah seorang temannya untuk membicarakan satu hal yang tak jauh-jauh dari proses realisasi ide
gilanya untuk bisnisnya, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaannya.
Hampir lima belas menit Wulan menunggu namun kawannya belum juga muncul dengan alasan macet. Jo, salah satu pegawai penginapan yang cukup berprestasi langsung menodong Wulan agar mengeluarkan ide-ide
gilanya.
“Nanti dulu Jo, aku kemari untuk bertemu temanku !” , jawab Wulan sambil duduk di sofa beberapa meter dari resepsionis.
“Wah mau bikin bisnis baru nih Mbak,
nunggu siapa Mbak ?”, tanya Jo ingin tahu.
“Aku
nunggu Bu Shanti, ini urusan
pendidikan kok Jo. “ jawab Wulan sambil tersenyum.
“Emm...mau
bikin sekolah Mbak?” gurau Jo sambil menyeringai. Wulan terkekeh.
Perhatian
Jo beralih, mengamati serombongan tamu yang datang . Wulan membolak-balik buku yang sejak tadi di tanganny, tetapi
kali ini caranya membuka lembaran buku
tampak malas. Dia melirik jam tangan bulat warna perak yang menempel di tangannya
yang berkulit sawo matang. Hampir setengah jam dia menunggu tetapi Shanti belum
juga kelihatan batang hidungnya. Rasa bosan mulai menerobos, dia mengambil hp dari tasnya kemudian menghubungi Shanti tetapi
Hp Shanti tidak aktif. Akhirnya dia
memutuskan membuka sosmednya yang sudah satu bulan lebih tak sempat di tengoknya. Sesekali dia merapikan pasmina lebarnya sambil menedarkan pandangannya,
mencari Shanti.
“ Wulan ! ” sapa seseorang
.
Wulan
mengangkat wajahnya, “ Eh...!” ucapnya kaget,seketika alisnya mengkerut “
Hasto?” tanya Wulan sambil menunjukkan jarinya ke arah Hasto. Hasto yang
sekarang berjidat lebar tertawa lebar sambil mengangguk.”Apa kabar Has ?”
“Baik,....
baik !” jawab Hasto sedikit salah tingkah, tetapi matanya berbinar cerah. Tak
mempedulikan beberapa kawannya sempat memperhatikannya, namun kemudian mereka segera menuju kamar, seolah sudah
tak tahan ingin membaringkan tubuh.
Sorot
kekaguman di mata Hasto pada Wulan belum pudar. Sementara, sorot mata Wulan
hanya memancarkan kekagetan bersua kawan lama tanpa sengaja. Wulan
mempersilahkan Hasto duduk. Menanyakan kabar masing-masing, tentang pekerjaan,
anak, tempat tinggal dan Hasto cukup tertegun ketika Wulan menceritakan bahwa
suaminya bukan dari kalangan ningrat bahkan mereka berbeda suku. Hasto sempat
kelepasan mengungkapkan penyesalannya,mengapa
dia tidak berani maju saja saat itu. Wulan hanya
tersenyum mendengar hal itu, tidak meninggalkan perasaan apapun selain ucapan
klise tetapi selalu menghibur, bukan jodoh.
Sekitar
lima belas menit kemudian Faisal muncul. Roman mukanya seketika berubah melihat
mereka sedang mengobrol, tampak akrab sambil sesekali tertawa. Wulan menghela
nafas pendek ketika dari kejauhan ekor matanya menangkap wajah suaminya yang kurang sedap.
“Kenalkan
Has, ini suamiku !” kata Wulan sambil tersenyum dan memandang suaminya dengan
ekspresi bangga. “ Kenalkan Bang, dia teman kuliahku !”
Hasto
mengulurkan tangannya sambil
memperkenalkan diri. Faisal memasang senyum yang sangat di paksakan. Beberapa
detik kemudian masing-masing terperangkap
dalam kecanggungan. Namun Hasto segera mencairkan suasana dengan
pertanyaan ramah tamahnya pada Faisal. Beberapa menit kemudian Hasto berpamitan
menuju kamarnya.
Detak
jantung wulan meningkat, saat beberapa menit berlalu namun roman muka Faisal
kembali beku, tak sedap. Logika memang kadang tak mampu memburu cemburu apalagi
membunuhnya. Faisal tak juga menemukan selasa jiwa walau Wulan sudah
berusaha mencairkan suasana dengan sedikit rayuan manjanya.
“Sorot matanya kelihatan. Dia menyukaimu
kan ?” kata Faisal tiba-tiba. Wulan terbelalak. Namun berusaha menguasai
dirinya dengan menarik nafas perlahan.
“Kabarnya begitu Bang, dulu pernah naksir aku !” jawab Wulan sambil tertawa
hehe.
“Kamu
juga suka kan?” tuduh Faisal, matanya tertuju pada lorong menuju kamar-kamar
penginapan.
“Emm...bisa
saja di sebut suka, tetapi belum bisa dikatakan cinta!” tukas Wulan cerdas.
“Kenapa kalian bisa bertemu di sini?”
selidik Faisal. Wulan kembali terbelalak.
Wulan
menjelaskan apa yang terjadi. Namun
Faisal masih ragu dan mulai menanyakan dimana Shanti. Wulan tidak bisa memberi
penjelasan detail karena Shanti memang tidak memberi kabar lagi setelah
mengatakan bahwa dia sedang terjebak macet. Bahkan Hp Shanti tidak bisa
dihubungi dan kenyataannya
Shanti juga tidak muncul sampai Faisal menjemput Wulan. Faisal justru mendapati Wulan sedang
mengobrol akrab dengan Hasto.
Sebenarnya, setelah peristiwa itu Faisal sudah kembali
bersikap biasa saja dan mereka baik-baik saja. Tetapi sekitar seminggu
kemudian, tiba-tiba tema itu kembali muncul ke permukaan. Malam itu, selepas
makan malam, tiba-tiba Faisal bertanya pada Wulan, apakah Wulan berteman dengan
Hasto di media sosial. Wulan menjawab dengan jujur bahwa dia memang berteman dengan Hasto.
“ Lebih baik kau unfriend saja !” kata Faisal tegas
sambil menatap Wulan tajam kemudian meninggalkan meja makan.
“Bang, jangan pergi dulu !” pinta Wulan dengan suara
bergetar karena kaget dan bercampur takut.
Tidak biasanya Faisal besikap demikian, bahkan baru kali ini Faisal nampak
sangat marah. Walau Faisal memang tipikal tegas, tetapi Wulan merasakan hal
yang berbeda dengan intonasi ucapan Faisal. Dia segera berlari mengejar
suaminya yang menuju teras.
“Bang, ada apa sebenarnya?”
“Emm.....ya, itu saja ! unfriend si Hasto !”
“Ok, itu hal mudah, tapi
kenapa sikap Abang aneh begitu, aku tidak suka dengan sikap Abang!” protes
Wulan.
“Ya, aku juga tidak suka kalau
kamu berteman dengan Hasto di media sosial , ngerti?”
“Oke..oke, tapi alasannya apa,
tidak mungkin kalau tidak ada apa-apa, aku butuh penjelasan !” desak Wulan
.
“Kamu berkomunikasi dengan
Hasto lewat inbox FB kan?”
“ Ya, dia pernah menanyakan
kabar, itu saja...tidak lebih. Dan entah sudah berapa tahun yang lalu !”
“Nahhh, itu...hati-hati saja.
Segera unfriend dia!” suara Faisal
sedikit meninggi.
“Ya Bang, tapi...aku masih
belum mengerti,mengapa sikap Abang jadi aneh, jangan-jangan ini hanya alasan
abang saja untuk mencari gara-gara !”
Bersambung ...
#NulisRandom2017
#Harike198
Tidak ada komentar:
Posting Komentar