Minggu, 18 Juni 2017

Konspirasi Yang Indah ( 1 )

Mereka sudah mantap untuk menikah tiga bulan setelah perkenalan singkat dan tak terencana dalam sebuah komunitas pengusaha muslim. Perkenalan mereka segera di jembatani kawan Faisal yang juga kawan Wulan. Sayang, orangtua masing-masing tidak menyetujui  karena alasan klasik, berbeda suku.  Berbagai alasan orangtua yang bepijak pada adat dan perasaan di babat habis oleh hujjah mereka yang sangat  islami dan masuk akal.
Seorang Rasul pun bersedia menikahi wanita dari kalangan bukan bangsawan atau bukan berstatus sosial tinggi. Karena Rosul adalah orang yang paling memahami firman Allah, bahwa Allah memandang kemuliaan seseorang dari ketakwaannya, bukan dari yang lain. Dua bulan lebih mereka saling melobi orangtua masing-masing bahkan meminta ustadz mereka menjadi mediator. Namun orangtua masing-masing tetap bersikukuh pada pendiriannya. Niat suci mereka laksana air bah yang tidak dapat di bendung, akhirnya mereka mengatakan pada orangtua masing-masing  bahwa mereka akan tetap menikah walau tidak disetujui karena mereka sedang berniat melaksanakan niat suci, baik dan benar, niat melaksankan separuh dari ibadah dan melakukan sumpah yang setara dengan sumpah pengangkatan rasul, mistaqon gholidon.  Sebenarnya itu hanyalah gertak sambal mereka, tetapi rupanya orangtua masing-masing akhirnya  menyerah. Dan berniat tetap datang di acara pernikahan mereka. Dari pada membuat noda dalam sejarah keluarga masing-masing yang notabene sama-sama keluarga berstatus sosial tinggi. Pernikahan berbeda suku akan lebih dimaklumi daripada kawin lari, pikir orangtua masing-masing.
Sekarang, usia pernikahan Faisal dan Wulan memasuki tahun ke tempat. Mereka telah di karuniai seorang putri. Mereka menyandang gelar “pasangan serasi ” dan “pasangan ideal” baik di kalangan keluarga besar masing-masing maupun di kalangan teman dan tetangga. Mereka juga berhasil merekatkan hubungan antar keluarga berbeda suku itu dengan sangat sangat cerdas. Bahkan, di luar dugaan hubungan antar besan itu menjadi hubungan bisnis. Keluarga Faisal memiliki bisnis kuliner sementara keluarga Wulan memiliki sebuah penginapan. 
**
Selain menawarkan kenyamanan, penginapan “Wulandari”  sekarang menawarkan kelezatan hidangan sebagai daya tarik tersendiri. Setiap hari mereka menawarkan menu makan malam “andalan”.  Wulan mempercayakan pada ibu Faisal yang memilki rumah makan di  Jakarta bahkan sudah memiliki dua cabang. Hampir satu tahun Rumah Makan Andalan melayani pesanan khusus dari Penginapan Wulandari. Sayang, hubungan antar besan yang kian harmonis tidak di barengi keharmonisan kehidupan rumah tangga anak-anak mereka. Badai kecil sedang menghantam bahtera. Nahkoda kurang stabil, penumpang pun menjadi labil.
Sebenarnya Hasto bukanlah mantan kekasih Wulan di masa kuliah. Dia hanya tertarik pada Wulan. Hasto menyadari, latar belakang keluarganya dengan keluarga Wulan seperti bumi dan langit. Jauh api dari panggang, bahkan salah satu kawan Hasto meledeknya dengan kalimat “seperti Pungguk merindukan Wulan”. Kejam nian. Sementara itu, Wulan sebenarnya tidak mempermasalahkan perbedaan-perbedaan tidak prinsip semacam itu walaupun kata “ningrat” hampir setiap hari menyusup ke dalam lubang telinganya dan akhirnya bertengger di lipatan otaknya. Tetapi sungguh tidak sampai mengikuti aliran darahnya dan tak menjadi bagian dari desah nafasnya. Jiwanya sangat merdeka. Baginya setiap manusia istimewa, karena manusia di ciptakan bukan karena iseng-iseng Allah semata. 
Hasto, sebenarnya pribadi yang cukup menarik hati Wulan. Ramah, supel tetapi bisa menjaga kesopanan, prestasi akademisnya pun lumayan, postur tubuhnya sedang saja, wajahnya tidak terlampau ganteng tetapi menurut Wulan, Hasto cukup karismatik. Kabar ketertarikan Hasto pada Wulan sampai ke telinga Wulan melalui salah satu kawannya , hal itu sempat membuatnya bahagia dan tersanjung. Namun menurut analisa Wulan, Hasto tidak pernah bersungguh-sungguh mendekatinya. Sebenarnya Hasto sudah cukup mengerti bagaimana pemikiran Wulan tentang perbedaan status sosial. Namun nyali Hasto menciut ketika berpikir bahwa dirinya harus berhadapan dengan keluarga Wulan. Akhirnya rasa itu menyublim seiring kesibukan masing-masing. Hasto aktif dalam kegiatan kemahasiswaan sementara Wulan terlibat dalam bisnis orangtuanya yaitu penginapan.
Sengaja penginapan itu di beri nama Wulandari agar kelak Wulan sebagai anak tertua dari empat bersaudara itu merasa ikut memliki bisnis itu, demikian kata ayah Wulan. Dan kenyataannya memang benar, sejak pertengahan masa kuliah Wulan mulai dilibatkan dalam pengelolaan penginapan itu dan semakin banyak terlibat menjelang akhir perkuliahan. Sampai saat ini, Wulan masih menjadi teman diskusi yang sangat baik bagi oranguanya. Walau sudah memiliki bisnis sendiri, secara berkala Wulan masih mengunjungi penginapan orangtuanya. Mencoba mencermati hal-hal kecil yang kadang bisa di jadikan hal besar. Kehebatan Wulan, dia  selalu saja bisa memunculkan ide-ide unik yang menarik pengujung penginapan. Entah dengan sentuhan dekorasi yang unik, entah dengan menu sangat spesial yang hanya ada untuk satu hari saja. Satu idenya yang cukup brilian dan keibuan adalah menyediakan semacam foodcourt dan pijat khusus bayi  dan anak. Karena idenya itu, pengunjung penginapa Wulandari melonjak drastis. Selain membantu mengurus usaha penginapan itu, Wulan juga memiliki bisnis pribadi, yaitu bisnis tanaman hias.
        Siang itu Wulan datang ke penginapan orangtuanya, berkencan dengan salah seorang temannya untuk membicarakan satu hal yang tak jauh-jauh dari proses realisasi ide gilanya untuk bisnisnya, kegiatan sosial dan kegiatan keagamaannya.  Hampir lima belas menit Wulan menunggu namun kawannya belum juga muncul  dengan alasan macet. Jo, salah satu pegawai penginapan yang cukup berprestasi langsung  menodong Wulan agar mengeluarkan ide-ide gilanya.

        “Nanti dulu Jo,  aku kemari untuk bertemu temanku !” ,   jawab Wulan sambil duduk di sofa beberapa meter dari resepsionis.  

        “Wah mau bikin bisnis baru nih Mbak, nunggu siapa Mbak ?”, tanya Jo ingin tahu.

“Aku nunggu Bu Shanti, ini urusan pendidikan kok Jo. “ jawab Wulan sambil tersenyum.  

“Emm...mau bikin sekolah Mbak?” gurau Jo sambil menyeringai. Wulan terkekeh.  

Perhatian Jo beralih, mengamati serombongan tamu yang datang . Wulan membolak-balik buku yang sejak tadi di tanganny, tetapi kali ini caranya membuka lembaran buku tampak malas. Dia melirik jam tangan bulat warna perak yang menempel di tangannya yang berkulit sawo matang. Hampir setengah jam dia menunggu tetapi Shanti belum juga kelihatan batang hidungnya. Rasa bosan mulai menerobos, dia mengambil hp  dari tasnya kemudian menghubungi Shanti tetapi Hp Shanti tidak aktif.  Akhirnya dia memutuskan membuka sosmednya yang sudah satu bulan lebih tak sempat  di tengoknya. Sesekali dia merapikan pasmina lebarnya sambil menedarkan pandangannya, mencari Shanti.  

        “ Wulan ! ”  sapa seseorang .

Wulan mengangkat wajahnya, “ Eh...!” ucapnya kaget,seketika alisnya mengkerut   “ Hasto?” tanya Wulan sambil menunjukkan jarinya ke arah Hasto. Hasto yang sekarang berjidat lebar tertawa lebar sambil mengangguk.”Apa kabar Has ?” 

“Baik,.... baik !” jawab Hasto sedikit salah tingkah, tetapi matanya berbinar cerah. Tak mempedulikan beberapa kawannya sempat memperhatikannya, namun kemudian mereka  segera menuju kamar, seolah sudah tak tahan ingin membaringkan tubuh.

Sorot kekaguman di mata Hasto pada Wulan belum pudar. Sementara, sorot mata Wulan hanya memancarkan kekagetan bersua kawan lama tanpa sengaja. Wulan mempersilahkan Hasto duduk. Menanyakan kabar masing-masing, tentang pekerjaan, anak, tempat tinggal dan Hasto cukup tertegun ketika Wulan menceritakan bahwa suaminya bukan dari kalangan ningrat bahkan mereka berbeda suku. Hasto sempat kelepasan mengungkapkan penyesalannya,mengapa dia tidak berani maju saja saat itu. Wulan hanya tersenyum mendengar hal itu, tidak meninggalkan perasaan apapun selain ucapan klise tetapi selalu menghibur, bukan jodoh.
Sekitar lima belas menit kemudian Faisal muncul. Roman mukanya seketika berubah melihat mereka sedang mengobrol, tampak akrab sambil sesekali tertawa. Wulan menghela nafas pendek ketika dari kejauhan ekor matanya  menangkap wajah suaminya yang kurang sedap.

“Kenalkan Has, ini suamiku !” kata Wulan sambil tersenyum dan memandang suaminya dengan ekspresi bangga. “ Kenalkan Bang, dia teman kuliahku !”

Hasto mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan diri. Faisal memasang senyum yang sangat di paksakan. Beberapa detik kemudian masing-masing terperangkap  dalam kecanggungan. Namun Hasto segera mencairkan suasana dengan pertanyaan ramah tamahnya pada Faisal. Beberapa menit kemudian Hasto berpamitan menuju kamarnya. 
Detak jantung wulan meningkat, saat beberapa menit berlalu namun roman muka Faisal kembali  beku, tak sedap. Logika memang  kadang tak mampu memburu cemburu apalagi membunuhnya. Faisal  tak juga  menemukan selasa jiwa walau Wulan sudah berusaha mencairkan suasana dengan sedikit rayuan manjanya. 

        “Sorot matanya kelihatan. Dia menyukaimu kan ?” kata Faisal tiba-tiba. Wulan terbelalak. Namun berusaha menguasai dirinya dengan menarik nafas perlahan.

        “Kabarnya begitu Bang, dulu pernah naksir aku !” jawab Wulan sambil tertawa hehe.

“Kamu juga suka kan?” tuduh Faisal, matanya tertuju pada lorong menuju kamar-kamar penginapan.

“Emm...bisa saja di sebut suka, tetapi belum bisa dikatakan cinta!” tukas Wulan cerdas.

        “Kenapa kalian bisa bertemu di sini?” selidik Faisal. Wulan kembali terbelalak.

Wulan menjelaskan  apa yang terjadi. Namun Faisal masih ragu dan mulai menanyakan dimana Shanti. Wulan tidak bisa memberi penjelasan detail karena Shanti memang tidak memberi kabar lagi setelah mengatakan bahwa dia sedang terjebak macet. Bahkan Hp Shanti tidak bisa dihubungi dan kenyataannya Shanti juga tidak muncul sampai Faisal menjemput Wulan.  Faisal justru mendapati Wulan sedang mengobrol akrab dengan Hasto.
Sebenarnya, setelah peristiwa itu Faisal sudah kembali bersikap biasa saja dan mereka baik-baik saja. Tetapi sekitar seminggu kemudian, tiba-tiba tema itu kembali muncul ke permukaan. Malam itu, selepas makan malam, tiba-tiba Faisal bertanya pada Wulan, apakah Wulan berteman dengan Hasto di media sosial. Wulan menjawab dengan jujur bahwa dia memang berteman dengan Hasto. 

“ Lebih baik kau unfriend saja !” kata Faisal tegas sambil menatap Wulan tajam kemudian meninggalkan meja makan.

“Bang, jangan pergi dulu !” pinta Wulan dengan suara bergetar karena kaget dan bercampur takut. 

Tidak biasanya Faisal besikap demikian, bahkan baru kali ini Faisal nampak sangat marah. Walau Faisal memang tipikal tegas, tetapi Wulan merasakan hal yang berbeda dengan intonasi ucapan Faisal. Dia segera berlari mengejar suaminya yang menuju teras.

        “Bang, ada apa sebenarnya?”

        “Emm.....ya, itu saja !  unfriend si Hasto !”

        “Ok, itu hal mudah, tapi kenapa sikap Abang aneh begitu, aku tidak suka dengan sikap Abang!” protes Wulan. 

        “Ya, aku juga tidak suka kalau kamu berteman dengan Hasto di media sosial , ngerti?”

        “Oke..oke, tapi alasannya apa, tidak mungkin kalau tidak ada apa-apa, aku butuh penjelasan !” desak Wulan
.
        “Kamu berkomunikasi dengan Hasto lewat inbox FB kan?” 

        “ Ya, dia pernah menanyakan kabar, itu saja...tidak lebih. Dan entah sudah berapa tahun yang lalu !” 

        “Nahhh, itu...hati-hati saja. Segera unfriend dia!”  suara Faisal sedikit meninggi.

        “Ya Bang, tapi...aku masih belum mengerti,mengapa sikap Abang jadi aneh, jangan-jangan ini hanya alasan abang saja untuk mencari gara-gara !”

 Bersambung ...

#NulisRandom2017
#Harike198



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...