Orang di hadapan Wulan berjalan mendekati Wulan. Seperti tak kuasa menahan
diri lagi, dia segera menarik tangan Wulan dan mengajaknya menjauh dari
keramaian stand itu. Wulan tidak bisa meronta, perasaan indah yang tak segera
hilang justru semakin indah, apalagi ketika lelaki itu melingkarkan tangannya di
pinggang Wulan. Mereka terus berjalan menuju pintu keluar gedung dengan langkah
cepat. Akhirnya mereka duduk tak berjarak di bawah pohon rindang.
Faisal menggenggam tangan Wulan sangat erat sambil sesekali menatap wajah
Wulan sambil tersenyum. Segenggam bara curiga, segores luka, seantero ego,
sebongkah resah dan gelisah seolah lenyap dari dada mereka. Kalbu mereka
benar-benar telah bening sehingga mampu bertutur dengan bahasa yang bernas,
segalanya seolah menjadi jelas, tanpa mereka harus menjelaskan satu sama lain perihal
masalah mereka kemarin.
“ Bang sudahlah, ini kan di
tempat umum!” bisik Wulan
“Biarin aja, kamu kan istriku, syah !”
Wulan tertawa kecil sambil menutup mulutnya.
“Jangan di tutup .” kata
Faisal sambil menurunkan tangan Wulan “Lama aku nggak lihat lesung pipimu .”
imbuhnya. Wulan hanya bisa tertawa kecil sambil tersipu-sipu.
" Bang, emm...tadi aku datang ke mari sama Mama dan Papa ,tapi kita sempat terpisah !" jelas Wulan, Faisal tertegun.
“Selama ini Papa dan mama
tidak pernah mengizinkan aku pergi jauh
sendirian, Bang. Alasan mereka, kondisi emosiku sedang
tidak stabil dan untuk menjaga dari fitnah. Aku sempat merasa geli, aku
kan sudah dewasa. Tapi, aku menurut saja, orangtua lebih berpengalaman “
Faisal mengangguk-angguk. Perasaannya sangat bahagia, dia memiliki mertua
yang luar biasa bijaksana.
“ Merekalah orang yang paling bertanggung
jawab menjagaku, menghiburku selama kita, emm.... ” jelas Wulan
sambil menyurut air matanya tak sanggup melanjutkan ucapannya.
Spontan Faisal mendaratkan kecupan di kening Wulan “ Abang minta maaf ya, Sayang . “ bisik Faisal lembut.
"Wulan juga minta maaf Bang !" kata Wulan dengan suara pecah menahan tangis.
Faisal tak mampu berkata-kata lagi selain mengerjap-ngerjapkan matanya yang mulai berkaca-kaca sambil menengadah ke langit, mengucapkan mohon ampunan dan terimakasih yang amat dalam.
“Tadi mereka mengingatkan sudah
ada IBF lagi dan mengajak aku ke sini. Mereka orangtua yang luar biasa dimataku Bang.” Kata
Wulan sambil tersenyum manja.
Faisal mengangguk-angguk sambil tersenyum “Emm, sebenarnya aku juga datang
sama Bunda dan Ayah Lan, tadi mereka minta diantar. “
“Oh ya? lalu kemana Bunda dan
Ayah?”
“Mereka bilang mau cari minum
dan aku di suruh menunggu di stand tadi , tapi mereka tidak datang-datang
juga. Aku menelpon tapi tidak diangkat sampai akhirnya malah kita bertemu ” jelas Faisal sambil tertawa kecil, diikuti
tawa geli Wulan.
“Yuk kita cari Bang !” ajak Wulan sambil meraih lengan Faisal.
Faisal menjatuhkan pandangannya ke tangan Wulan sambil tersenyum. Kemudian
menatap Wulan sambil mengerlingkan matanya. Mereka tertawa lepas. Dengan langkah cepat mereka kembali masuk
ke gedung Istora Senayan dan langsung menuju ke cafetaria.
Mereka mendapati dua pasang orangtua mereka duduk di tempat paling ujung, sedang berbincang sambil
tertawa-tawa. Karena cafetaria tidak terlampau luas, mereka segera tertangkap
oleh pandangan Pak Marzuki. Beliau langsung melambaikan tangannya dan memberi
isyarat agar mereka segera ke meja
mereka. Wulan dan Faisal saling memandang dengan bersit tanda tanya. Mereka pun bergegas mendekati orangtua mereka.
“Ehmmm....serasa ada pengantin
baru nih suasananya.!” celetuk Pak Marzuki memecah suasana haru. “Kok kalian
bisa bertemu di sini, kencan yaaa? ” lanjut Pak Marzuki dengan nada meledek ala
anak muda.
Tawa mereka berderai, Wulan dan Faisal kembali tersipu malu. Benar-benar
seperti ABG yang sedang dilanda cinta pertama.
“Emm, maaf nih, Wulan malah
penasaran juga, kok semua bisa bertemu disini ?” tanya Wulan sambil masih menahan
rasa malu.
“Bisa dong, dunia kan cuma
selebar daun kelor, “ gurau Pak Pras. “ Eh...kalian mau makan atau nggak nih? kalau
enggak, cepetan kalian pulang saja nanti Papa bisa pulang bareng Pak Marzuki,
kebetulan kita masih perlu bicara soal bisnis.” kata Pak Pras, cepat-cepat
membelokkan tema pembicaraan.
“Ih, Papa kok gitu sih.” protes
Wulan.
Pak Pras hanya tersenyum kemudian memandang ke arah Pak Marzuki yang
tertawa lebar. Sementara Bu Hesti dan Bu Syahriza tersenyum-senyum simpul.
“Eh...ngomong-ngomong kalian tadi
bertemu dimana ?” tanya Bu Syahriza.
“Isal mau tanya dulu, Bunda
dan Ayah tadi kemana kok di telpon tidak diangkat-angkat?”
“Oh, hehee...lagi makan kali
Sal, Hp Bunda di tas, jadi nggak denger , maafin Bunda ya Sal !”
“ Hp Ayah, mati Sal ” imbuh Pak Marzuki sambil menunjukkan
Hpnya, sebelum Faisal protes ke ayahnya juga.
Faisal hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Masih ada tanda tanya di kepalanya tetapi dia merasa tidak perlu menanyakannya
saat itu juga.
Rindu mereka sudah meletup-letup dan itu tak bisa tertutup dari
pandangan orangtua mereka yang sudah makan asam garam kehidupan berumah tangga
lebih dari cukup. Pak
Pras kembali mengatakan pada Wulan dan Faisal bahwa dia akan pulang bersama besannya, karena
masih ada urusan bisnis. Semula mereka sempat ragu dan malu tetapi Bu
Syahriza, Bu Hesti dan Pak Marzuki
mendukung nasehat Pak Pras.
Tak lama kemudian Faisal dan Wulan pun berpamitan dengan sedikit
sikap malu-malu yang lucu. Setelah putra putri mereka menghilang dari pandangan
, tawa dua pasang orangtua mereka kembali meledak.
“Ternyata kita semua bakat
jadi sutradara film ya.” kata Pak
Marzuki
“Sutradara sandiwara Pak,
bukan film.” protes Bu Hesti
Tawa mereka kembali berderai.
Selama berhari-hari, siang malam mereka berdiskusi, berkonspirasi agar anak-anak
mereka berdamai. Dan rencana terakhir mereka adalah mengatur pertemuan Wulan
dan Faisal di IBF. Betapa serunya, bagaimana Bu Hesti tiba-tiba menghilang
sebentar untuk memberitahu Bu Syahriza, dimana posisi mereka. Kemudian Bu Hesti
mencari cara agar Wulan tetap berada di stand itu sampai Faisal datang.
Kemudian ayah dan Ibu Faisal mencari alasan akan mencari minuman dan meminta
Faisal agar mencarikan buku seputar pendidikan psikologi anak .
Mereka saling mengungkapkap rasa syukur bahwa anak-anak mereka bertumbuh
menjadi pribadi yang cerdas dan sabar. Mampu menggiring orangtua sampai pada
sebuah pemahaman akan sebuah arti silaturahim yang sesungguhnya. Yaitu saling
berbagi perhatian, kasih sayang, ilmu, pengalaman, informasi, bahkan berbagi
duka maupun suka yang kesemuanya bermuara pada ketundukan hati pada sang Rabb. Lewat
anak-anak merekalah, mereka justru menjadi faham bahwa manusia memegang amanah penting di muka bumi ini. Bukan
sekedar bermuara pada kesusksesan bisnis mereka. Mereka meyadari, selama ini mereka mengartikan silaturahim hanya sebatas saling mengunjungi
dan memberi buah tangan, itupun kadang hanya karena alasan “tidak enak”. Oleh
karena itulah, ketika anak-anak mereka sedang khilaf akan makna silaturahim,
sekuat tenaga mereka berjuang mendamaikan. Walau harus membuat sebuah
konspirasi, ya..sebuah konspirasi yang
indah.
Sementara itu di area parkir, mobil yang di tumpangi Faisal dan Wulan tak juga
meluncur, mereka justru saling melemparkan tanda tanya yang bersarang di kepala
masing-masing seputar pertemuan mereka. Akhirnya mereka terkekeh-kekeh dan menyadari
satu hal, bahwa pertemuan mereka bukanlah pertemuan yang alamiah, tetapi ada
sebuah konspirasi besar. Ya, konspirasi yang mulia. Rasa syukur mengembang di
hati mereka, betapa mereka mendapat rizki luar biasa, memiliki orangtua yang
bijaksana dan cerdas. Keluarga
adalah lembaga terkecil yang layak mereka jaga kualitasnya, agar tetap tercelup
dengan kalam ilahi dan agar menjadi sumbangsih bagi agama dan bangsa.
Selesai
#NulisRandom2017
#harike23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar