Senin, 19 Juni 2017

Konspirasi Yang Indah ( 2 )



“Mencari gara-gara apa?” tanya Faisal

“Kalau niat berpisah, bicara saja yang jelas Bang  !” jawab Wulan ketus sambil melotot, emosinya tak terkendali, tidak biasanya pula dia bersikap demikian terhadap suaminya.
 
Faisal hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dalam hatinya mulai terbersit rasa bersalah atas sikapnya, dia meminta maaf pada Wulan tetapi  Wulan sudah terlanjur kesal. Wulan akhirnya berburuk sangka pula,itu hanya akal-akalan Faisal saja, bisa jadi Faisal ingin menikah lagi. Sudah sebulan terakhir sebenarnya Wulan sedikit risau dengan salah satu nomor telepon asing yang sempat masuk ke Hp Faisal. Suatu saat, Hp Faisal berbunyi berulang-ulang, sementara Faisal sedang istirahat karena baru pulang dari luar kota. Terpaksa Wulan mengangkat telepon itu, khawatir bila ada berita penting. Ternyata si penelpon adalah anak Bu Helena. Ketika ditanya ada keperluan apa, nada suaranya tampak bingung dan katanya sedang di suruh ibunya menayakan perihal pesanan pamflet Pak Faisal kemarin. Wulan menjawab apa adanya dan menanyakan apakah ada pesan yang perlu disampaikan pada suaminya, tetapi dia buru-buru menutup telepon. Wulan merasa ada yang aneh dengan sikap anak itu. Tak kurang akal, Wulan menelpon Bu Helena. Ternyata tidak ada masalah apa-apa dengan pamflet pesanan Faisal. Wulan segera menghapus history call dari Hp suaminya dan tidak menceritakan sedikitpun perihal telepon tersebut. Saat itu juga Wulan jadi teringat satu hal. Saat Faisal mengajaknya ke tempat usaha Bu  Helena,  ada seorang wanita yang masih cukup muda tak henti-hentinya mengamati mereka  berdua. Sampai-sampai Wulan merasa risih. Sampai akhirnya Wulan sengaja memandang ke arah wanita muda itu, saat beradu mata ,Wulan mengajaknya tersenyum , dia membalas senyuman Wulan dengan senyum kecut dan agak malu. Belakangan Wulan baru faham, bahwa wanita muda yang kemarin menelpon Faisal dan mengamatinya memang anak gadis Bu Helena. Dan memang dia masih sering menelpon Faisal tanpa malu-malu, walau Faisal menanggapi dingin saja,bahkan pernah Faisal mengatakan sedang sibuk. Tetapi Wulan terlanjut tersulut api cemburu.
Malam itu, kerisauan Wulan tumpah ruah dihadapan Faisal.

        “Kalau Abang tidak memberi angin segar, mana berani dia menelphone suami orang? Beberapa kali aku perhatikan, setiap kita ke tempat Bu Helena, Abang  ramah padanya, hati-hati bersikap ramah pada wanita Bang !”  ucapan Wulan nerocos tak terkendali.

        “Wulan,  apa-apaan kamu ini ? ” tanya Faisal sambil berdiri dari duduknya dengan ekspresi wajah yang kaget luar biasa.

        “Sudah Bang, sudah....!” kata Wulan kemudian meninggalkan suaminya.  
Faisal membuang nafas, kemudian kembali menghempaskan badannya ke kursi. Rasa sesal memenuhi hatinya. Tetapi menurutnya bukan saat yang tepat untuk mendekati Wulan dan mengajak bicara baik-baik saat itu juga. 

Namun, syetan selalu pandai mengipas api,menggosok masalah menjadi indah. Mereka benar-benar sudah terjebak itu semua. Padahal bila ditelisik,masalah mereka tidak terlampau berat. Itulah yang mengherankan para orang tua mereka. 

**
Faisal dan Wulan telah berani menerjang palang  yang telah di buat keluarga masing-masing dan akhirnya bisa menikah. Hebatnya, mereka bisa  menyatukan dua keluarga yang berbeda suku itu dalam sebuah hubungan yang harmonis mengapa justru  sekarang mereka berniat bercerai. Tidak bisa dibiarkan, pikir orangtua mereka.
Saat itu, setelah terjadi percekcokan lagi, Pak Marzuki ayah Faisal sempat  menelpon Pak Pras, ayah Wulan. Beliau menyampaikan permintaan maafnya atas kejadian yang menimpa anak –anak meraka dan meminta untuk tetap bersikap bijak, tidak memihak dan membela dengan emosional. Beruntung, Pak Pras sepemikiran dengan besannya. Pak Pras justru mengajak mereka untuk bergandengan tangan membantu mengatasi masalah anak-anak mereka. 

**
        “Kita harus mencari cara jitu agar mereka rukun kembali, ini tidak bisa dibiarkan....!” tukas  Pak Pras.

        “Benar Pak, tetapi apa lagi yang harus dinasehatkan, saya sudah mengatakan, bahwa perjuangan mereka untuk bisa bersatu sangat luar biasa mengapa sekarang mereka ingin bercerai?” sahut Bu Syahriza.

        “Satu hal yang masih segar dalam ingatan saya, mereka pernah mengatakan akan tetap menikah walau kita tidak menyetujui.....!” sahut  Bu Hesti, matanya menerawang

        “Ah, yaaa...!” sahut Pak Marzuki tiba-tiba “Bagaiamana kalau kita gantian mengancam mereka?” katanya sambil tertawa lebar. Spontan Bu Syahriza memandang ke arah suaminya dengan kulit Jidat  berlipat-lipat. 

Pak Pras tertawa lebar sambil manggut-manggut tanda setuju seperti sudah faham dengan maksud Pak Marzuki. Sementara Bu Hesti masih kebingungan, mencoba mengingat apa yang  di ucapkannya beberapa detik yang lalu, mengapa bisa memunculkan ide mengejutkan dari kepala Pak Marzuki.  Namun kebingungannya seoalah terlindas oleh obrolan Pak Pras dan Pak Marzuki yang kian menggebu. Akhirnya mereka berempat terlibat obrolan panjang dan serius. Satu jam kemudian, dua pasangan usia senja itu meninggalkan rumah makan di daerah Bogor. Sengaja mereka mengadakan pertemuan yang di rahasiakan dari Wulan dan Faisal untuk membahas permasalahan keluarga anak-anak  mereka.
Sesampai di rumah, mereka langsung melancarkan aksinya. Ketika Wulan menanyakan kemana orangtuanya pergi dari pagi sampai malam, Pak Pras dan Bu Hesti menjelaskan bahwa mereka  ingin melepas kepenatan dan kesedihan. Sementara Pak Marzuki beralasan menghibur hati ibu Faisal karena terpukul dengan rencana Faisal untuk bercerai. Rupanya aksi mreka berhasil, sehari kemudian Wulan kembali ke rumahnya lagi, berusaha berdamai dengan Faisal. Namun sayang, api cemburu Faisal belum benar-benar padam, sementara perasaan kesal dan terhina di tambah rasa curiga dan cemburu yang teracik dalam hati Wulan juga masih  berkecambah. Cemburu dan marah sangatlah wajar tetapi memang sering kali tidak di landasi alasan yang baik,  itulah yang sedang terjadi pada mereka.
Hari itu, sabtu pagi Wulan datang ke rumah orangtuanya. Hal itu memang sering di lakukannya. Tetapi kali ini ada yang berbeda, dia tidak juga bersiap pulang ketika petang datang menjelang. Kurang enak badan, makanya dia memutuskan menginap di rumah orangtuanya, demikian alasannya. Orangtua mana yang tidak bisa membaca sorot mata dan bahasa tubuh anaknya? Sangat dimengerti  oleh Bu Hesti dan Pak Pras, tidak enak badan Wulan sebenarnya bersumber dari  hatinya yang tak tentram. Mereka mengiyakan saja alasan anaknya, tidak berusaha mengorek ataupun menasehati yang berlebihan apalagi bersuara keras, sangat tidak. Bu Hesti hanya mendengarkan dan mencermati letupan ucapan Wulan tentang kekesalannya juga harapannya. Sedikit saja nasehat yang diberikan Bu Hesti yaitu meminta Wulan agar sabar dan menjaga sholatnya. Baik Sholat fardhu maupun sholat sunahnya. Mereka juga memberikan perhatian dengan menawarkan makanan yang mungkin diinginkannya, menawarkan tukang pijit dan mengajak sang cucu untuk tidur bersama nenek dan kakeknya.Itu saja.
Bu Hesti sempat menemukan semacam sebuah kesimpulan “curahan hati”  Wulan. Bukan berupa perasaan kesal semata namun ada kesedihan hatinya menghadapi kenyataan hubungannya dengan Faisal memburuk. Tidak ada lagi candaan dan ledekan suaminya yang membuatnya gemas. Dia sangat merindukan suasana rumah dan suasana hati yang dulu.  Wulan juga bersumpah, tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan Hasto, sejauh ini laki-laki yang bisa menaklukkan hatinya hanyalah Faisal. Dan tuduhan baliknya pada Faisal sebenarnya tidak benar-benar dari hatinya. Dalam hati kecilnya, Faisal adalah laki-laki yang baik, setia dan bertanggungjawab. Wulan merasa prilaku aneh Faisal itu pasti ada sebabnya, ada pihak luar yang memprovokasi dan itu bukanlah  wanita idaman lain. Wulan juga mengatakan dia sangat mencintai suami dan keluarganya.
Malam itu, di hari yang sama ketika Wulan menginap di rumah orangtuanya, Bu Hesti  menelpon besannya, Bu Syahriza. Beliau menceritakan “hasil temuan” nya pada besannya itu. Tak perlu menunggu lama, selepas mendapat laporan itu, Bu Syahriza segera menelpon Faisal.

“Apa  yang sedang terjadi,Nak?  apakah benar dugaan istrimu bahwa ada pihak luar yang memprovokasi?” tanya Bu Syahriza dengan intonasi indah.

Kemudian Bu Syahriza menceritakan sesuatu pada Faisal. Hening, Faisal menghela nafas. Ada yang ingin diucapkannya tetapi lidahnya terasa kelu. 

“Ayolah Nak, sampai kapan akan begini. Berteru sterang lah Nak...!” rajuk Bu Syahriza dengan nada yang lembut, menggetarkan  kalbu. “Kalian sudah mampu menyatukan dua keluarga yang berbeda suku menjadi hubungan yang baik, apakah kau pikir Allah dan Bunda  rela melihat keluarga kecilmu menjadi neraka dunia ?”

Faisal menarik nafas perlahan sambil memejamkan matanya. Masih hening, tak ada sepatah katapun yang diucapkan Faisal. Tak lama kemudian Ibunya mengakhiri pembicaraan, sebelumnya meminta Faisal untuk selalu memohon pertolongan Allah untuk dimampukan menemukan  akar masalah keluarganya.

Guntur menggelegar, menimbulkan resonansi di kaca jendela. Angin berhembus cukup kencang membuat pohon berbatang kecil meliuk-liuk. Namun  Faisal tak bergeming, seolah tak mendengar isyarat  hujan itu. Sampai akhirnya air benar-benar luruh dari langit, Faisal masih termenung. Menghadap taman dan kolam kecil dekat meja makan. Tidak ada Wulan di sampingnya seperti biasanya, tak ada senyum yang menimbulkan lesung pipi. Senyap hatinya. Rasa iba pada istrinya mengembang di dada,saat teringat berita yang di bawa ibunya tadi. Betapa tidak, sampai-sampai istrinya menulis curahan hatinya, itu bukanlah kebiasaan istrinya dalam mengatasi kegalauan hatinya. Rasa bersalah menyusul rasa iba. Tiba-tiba dia teringat filosofi indah yang sudah mereka bangun selama ini, kelemahanmu untuk ku maklumi, kelebihanmu untuk ku syukuri. Tetapi... rasa cemburu masih menghadangnya. Apakah dia takut menyungkurkan rasa itu atau egonya yang menariknya agar mundur?

 Bersambung

#NulisRandom2017
#harike20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senyum Sang Guru

Sejak saat itu, ambisinya untuk membuat karya indah kian meruang. Namun, seolah sang ide bergegas pergi, mood meleleh.   Tumpukan buku, ...